Sabtu, 03 Mei 2014

Satu Perjuangan

Kejadian ini terjadi empat hari yang lalu, ketika aku dan seorang temanku dalam kondisi dikejar deadline skripsi, dan satu orang temanku sedang dalam proses TAnya, kami memaksa mengejar deadline sebuah perlombaan. Hal ini berawal dari dua bulan yang lalu, ketika kami berniat mengikuti suatu lomba desin furniture. Kami pun memulainya, berdiskusi setiap minggu, membuat target, pencapaian, serta memikirkan ide dan desainnya.

Tapi membuat,  membangun, dan menyatukan ide dan desain bukanlah hal yang mudah yang bahkan satu hari jadi. Banyak referensi yang perlu kami baca, terdapat pula beberapa pro dan kontra terhadap ide kami masing-masing. Tapi itulah serunya, saling membuka pikiran dan melampiaskan ide-ide yang sebenarnya berputar di kepala. Nah, kadang muncul godaan lainnya, bumbu-bumbu cerita yang lain yang kadang berada di luar konteks diskusi kami. Gawat sebenarnya. Tapi ya, kalau namanya wanita ketemu, obrolannya bisa ke sana ke sini. Itu secuil fenomena dalam kegiatan ini. Hmm... Katanya perjuangan, mana perjuangannya?

Hmm.. baiklah. Berhari-hari sejak hari itu kami jarang bertemu, sibuk skripsi, sibuk TA. Hanya via social media dan mobile saja kami berdiskusi ria. Hmm.. padahal kami sudah daftar. Sempat bertemu beberapa kali untuk membicarakan hal ini, tapi tidak terlalu intens. Sampai tibalah hari H, yaitu empat hari yang lalu itu. Perasaanku antara ingin meneruskan dan tidak. Kerja tim itu butuh kekompakan. Mengerjakan suatu hal itu juga butuh tekad yang kuat dan komitmen. Kalau tidak teringat pepatah 'jangan berhenti berjuang sampai titik darah penghabisan' aku akan berpikir untuk berhenti, menyerah. Tapi bukankah kesempatan itu tidak datang dua kali?

Aku dan teman-temanku pun memutuskan melanjutkan, karena kami sudah mendaftar, sudah membuat sedikit proposal, sudah membuat model di sketchup ketika pembagian tugas kemarin.Kami memutuskan mengerjakan di perpustakaan pusat kampus kami, yang tentunya bisa dapat wifi dan listrik gratis. *bayar sih sebenarnya dari uang kuliah. Tapi yang terpenting adalah nyamannya perpustakaan itu untuk bekerja.

Pagi sampai siang kami tidak bisa mengerjakan karena sibuk dengan kerjaan masing-masing, akhirnya baru sorelah kami bisa bertemu. Kami menemukan beberapa ide baru, sehingga sketchup yang dibikin masih perlu beberapa sedikit perubahan. Proposal ide juga masih perlu dilanjutkan dan diperbaiki di beberapa hal. Kami berpikir akan selesai pukul enam sore, tapi ternyata tidak. Perpustakaan pun sudah menuju waktu tutupnya, terpaksa kami pun harus pindah tempat, sekalian bangkit untuk solat magrib.

Kebetulan di bawah bagian perpustakaan pusat ini ada tempat makan yang menyediakan listrik untuk laptop. "Kita tinggal dikit lagi, di sini aja kali ya, tutup jam delapan" ujar salah satu dari kami. "Mba, ada colokan nggak?" itu yang pertama kali terucap saat kami memasuki tempat makan itu. Alhamdulillah ada. Kami pun memesan makanan dan langsung mulai lanjut mengerjakan. Jarum jam mulai bergerak pada pukul 8, lirikan-lirikan mba-mba restoran ini sudah tertuju pada kami. Hanya kami tamu mereka saat itu, saat-saatnya mereka tutup. Oh tidak, harus selesai dan kami belum menyelesaikannya. Terbersitlah lagi "ayo pindah tempat". Berhubung kami tidak ada yang ngekos, kami berpikir untuk berpindah ke minimarket terdekat yang memang menyediakan listrik dan wifi (tentunya untuk kami mengirim file secepatnya). Pindah ke rumah bukan solusi yang baik juga sepertinya, karena kami butuh fokus dan sedang dikejar deadline. Kami pun pindah dengan berjalan kaki dari perpustakaan pusat menuju jalan raya di depan kampus kami, kira-kira butuh setengah jam untuk sampai di minimarket itu, apa boleh buat, itu akses termurah dan tercepat. 

Sesampainya kami di minimarket, kami mulai melanjutkan kerjaan kami, pukul 9 dan akhirnya pukul 10, menurutku tidak terlalu baik sebenarnya masih berada di luar rumah pada jam segini tanpa membawa kendaraan pribadi. Sebenarnya minimarket ini sendiri masih penuh dengan orang-orang yang sepertinya sedang melepas lelah, kalau menurut ilmu yang kupelajari di Metode dan Teori Perancangan Lingkungan, ini yang dinamakan third place bagi orang-orang yang sedang melepas lelah setelah pulang dari kantor atau pekerjaannya. Tapi bagaimana di jalan arah pulang? Apakah sepi? Apakah aka tidak ada apa-apa? Pikiran itu terlintas di sela-sela aku berkerja juga. Pada akhirnya, jam 10 kami selesai dan mengirim. HHhh.. akhirnya.

Ternyata kami bisa menyelesaikan tantangan ini. Tapi sayangnya perjuangan tidak hanya sampai di situ. Kebimbangan tentang bagaimana pulang tetap menjadi pikiranku. Aku tidak mau merepotkan orang rumah juga, akhirnya kubulatkan tekad untuk pulang ke rumah, dengan berbagai pikiran yang was-was sembari berdoa. Berdoa, memang itu senjata orang muslim dan berserah diri pada yang di atas. Itulah yang bisa kupikirkan ketika ada hal yang di luar jangkauan di luar kuasaku, karena yang Maha Kuasa hanya yang di atas. Dalam perjalanan aku hanya diam, melirik, dan was-was. Sekitar dua puluh menit kemudian, akhirnya aku sampai di rumah. alhamdulillah. Bagaimana dengan teman-temanku, alhamdulillah mereka juga sampai di rumah dengan selamat. 

Walaupun deg-degan tapi aku merasa lebih baik setelah kami dapat menyelesaikan lomba itu. Melalui satu tantangan adalah perasaan tersendiri karena kesempatan itu tidak akan datang dua kali. Walaupun belum tentu menang, tapi banyak hal yang menurutku dapat kita pelajari dari mengikuti satu kompetisi. Baik dari sisi mengatur waktu, bekerja sama, saling menyemangati, menantang diri sendiri dan memaksa diri sendiri untuk berkomitmen dan bertekad. Ini bukan yang pertama kalinya aku mengikuti perlombaan, tapi ini cukup membuatku deg-degan.