Minggu, 25 Desember 2016

Tentang Pertemuan

Kata orang dunia itu luas. Katanya, ada orang yang pernah keliling dunia, apa iya? Menurutku, bumi terlalu luas, jagad raya juga terlalu luas, ya bagiku.

Kata orang, dunia itu luas. Kenalan satu-satu sama semua orang juga gak tahu kapan selesainya.
"Kenalin ini namanya anu, kalo yang ini inu, kalo yang itu ono." Dan nama-nama itu buyar hanya dalam hitungan detik.
"Eee.. maaf siapa tadi namanya?" .... "oh iya maaf ya saya lupa." Bumi udah jadi lautan manusia, saking luasnya dan tersebarnya orang di mana-mana.

Tapi ada yang bilang, dunia itu sempit.
"Ooh, ternyata si ini itu sodara kamu."
Atau
"Kenal si anu gak?", "wah dia kan yang ini itu ini itu, kenal juga toh."
Atau,
tiba-tiba ketemu teman lama "Eeh, apa kabar? Bisa aja ya ketemu di sini..tiap hari lewat sini? Kok baru ketemunya sekarang ya.." dst dst.

Kadang terasa lucu...
Serasa dapet kejutan dari yang di atas. Entah skenario apa yang sedang direncanakan, aku tak tahu. Lucunya lagi, kadang pertemuan itu bermakna tapi kadang berlalu begitu saja. Entah apa lagi skenarionya.

Tapi seringkali pertemuan itu menyenangkan, melatih otak kita untuk mengambil rekamannya yang entah tersimpan di laci memori yang mana, membuka siluet buramnya, hingga melintas sebuah nama "oh ya ampun lu anu kan? Alhamdulillah gue masih inget!" atau
melatih otak kita untuk mengambil secarik memori kosong dan tinta rekaman untuk mencatat 'namanya si anu' lalu mulai mengenali dan memahami tutur, perangai dan tingkah lakunya.

Ah, pertemuan... Entah itu bermakna atau tidak, kurasa itu bukan kebetulan.
Mungkin Ia ingin kita melihat sesuatu / memahami hikmah dari pertemuan itu.
Mungkin Ia ingin membukakan mata hati kita.
Mungkin Ia ingin memberikan kita teman, sahabat, atau rekan sebagai pelipur.
Mungkin Ia ingin kita belajar.
Mungkin... Ya hanya mungkin.
Tapi dari situlah aku memahami bahwa tangan-tanganNya bekerja, mengatur satu dan lain hal, hingga hal sekecil pertemuan di duniaNya yang sangat luas 😊.

Wallahua'lam bish shawab

Jumat, 28 Oktober 2016

Proses dan Niat

Uniknya melihat satu rangkaian proses adalah tidak hanya sekedar melihat hasilnya saja, tapi juga mencermati apa yang membuat hasil bisa menjadi "hasil".

Kalau kata seorang sahabat, contohnga seperti seorang arsitek yang ingin membuat usaha konsultan arsitek, bukan semata-mata hasil akhirnya saja yang dilihat...

karena ternyata 1 tarikan garis awal dia mendesain, bisa menjadi langkah jitu menuju tahap-tahap berikutnya...

dan karena mengawali terkadang lebih sulit daripada mengakhiri.

Untuk itu mungkin kita perlu ingat-ingat dengan apa kita mengawali sesuatu agar kita tahu bagaimana suatu hasil dapat menjadi "hasil".

Dan... Apa bagian terdahsyat dari sebuah awalan itu? Katanya...: Niat.

Rabu, 12 Oktober 2016

Di Kala Dirimu Letih Berupaya

Di setiap pekerjaan ada ibadah,
Di setiap upaya itu ada ibadah,
Di setiap ikhtiar itu ada ibadah,
Dsetiap pekerjaan, upaya, ikhtiar itu ada berkah, ada pahala

Kerja, upaya, ikhtiar, bukanlah pencarian materi belaka,
bukan pula pencarian pengalaman duniawi semata.

Kerja itu adalah ibadah kita, rasa syukur kita kepada yang Kuasa bahwa kita mampu bermanfaat,
bahwa kita mampu memaksimalkan potensi kita,
bahwa kita mampu bersyukur dengan berbagai nikmat, tak hanya gaji, tapi juga kerabat, pengalaman, ilmu, kesehatan, untuk menjalani itu semua dan masih banyak banyak banyak lagi.

Minggu, 09 Oktober 2016

Karena Hujan tak Pernah Berkata

Hujan tak pernah bertanya, "apakah kau sedia payung sebelum ia datang"?

Hujan juga tak pernah pamit untuk izin undur diri, ia tak pernah bertanya, "apa sudah cukup air di bumi?"

Hujan tak pernah bilang-bilang untuk singgah dan berlalu, ia tak pernah cerita kapan rekannya kilat dan guruh akan datang.

Hujan menjadi satu anugerah tak terduga untukku, untukmu, dan untuk bumi kita.

"Ya Allah, turunkanlah kepada kami hujan yang bermanfaat." Aamiin...

Selasa, 04 Oktober 2016

Mimpi

Jika punya mimpi, bertanggung jawablah dengan waktu

Jika punya mimpi berusahalah menggapainya

Jika punya mimpi jangan ragukan dirimu

Lakukan yang bisa dan mampu kau lakukan secara maksimal

Dirimu tahu kapasitasmu

Dirimu paham yang kau bisa, yang kau suka, dan yang kau tak suka

Tapi ingat, Ia selalu tahu apa yang kau butuhkan
Ia juga Maha Tahu apa yang tak kau butuhkan

Jika tak berhasil tersenyumlah, dunia tak akan berhenti, kau masih berdiri, dan inshaAllah Ia masih dan selalu menjagamu :)

Selasa, 26 Juli 2016

TIGA

Tiga, untuk 3 Juli 1986. Tanggal yang kita kenang untuk sebuah hari ketika ikatan janji itu terucap.
Tiga, untuk 3 dekade yang telah diarungi bersama.
Tiga, untuk tiga puluh tahun lamanya dari menanti, bertemu, hingga membesarkan ketiga anak-anak yang seringkali masih rapuh ini.
Tiga, untuk 3 doa tersingkat:
Semoga selalu dlm keberkahan
Semoga sehat dan bahagia slalu
Semoga bisa selalu aku haturkan doa-doa kebaikan untuk keduanya.
Tiga, untuk 3 rasa terima kasih tersingkat:
Terima kasih telah mengarahkanku utk sesuatu hal yg kalian rasa terbaik
Terima kasih telah melarangku melakukan sesuatu hal yg kalian rasa itu buruk
Terima kasih telah membiarkanku memilih sesuatu yang terkadang masih kalian ragukan
Tiga untuk kecup tangan, kecup kening, dan pelukan rindu yang tak pernah ingin kulupakan
Tiga kata untuk rasa syukur yang selalu ingin kuutarakan:
Alhamdulillah kalian ada &
TerimaKasih ya Allah
Dan tiga untuk tiga kata singkat yang terkadang khilaf tersampaikan secara lisan, bahwa:
Aku sayang kalian :)
Teruntuk mamah dan papah

Sabtu, 04 Juni 2016

Cerita Keranjang

"Tau ngga cerita tentang kakek, cucu, dan keranjangnya?"

"Ngga. Gimana tuh?"

"Katanya, suatu saat ada cucu yang nanya ke kakeknya,

'Kek, kenapa sih kita baca Quran? Padahal bahasanya bukan bahasa kita. Kalau ngga liat artinya aku ngga tau.'

Kakek itu ngga langsung jawab, dia malah menyuruh cucunya mengambil air dari sungai dengan sebuah keranjang kotor dari anyaman (yg tentunya bolong-bolong).

Berkali-kali, bolak-balik si cucu mengambil air dan menaruhnya di sebuah ember. Karena airnya lama sekali penuh, akhirnya si cucu lelah dan bertanya lagi pada kakeknya.

'Kakek, kenapa kakek menyuruhku melakukan hal ini? Ini terasa sia-sia. Air di ember ini ngga akan penuh.'

Si kakek menjawab,
'Coba lihat keranjangmu sekarang.'

'Waah, jadi bersih!!' ujar si cucu seketika, melihat keranjangnya yang masih basah.

'Seperti itulah ketika kau membaca Quran. Mungkin kau tidak mudah memaknainya, tapi ketika kau baca dan resapi, hal itu bisa menjernihkan hatimu.'

Begitu ceritanya"

"😊😊😊"

Sabtu, 28 Mei 2016

Diam

Diam dalam bahasa. Aku tahu terkadang diam itu emas. Tapi, seberapa lamakah diam itu menjadi emas?

Ada yang bilang diam itu tanda sepakat. Ada yang bilang juga diam itu tanda marah. Bahkan ada yang mengatakan bahwa diam itu tanda bosan, tidak tertarik atau malah sebaliknya, ia sedang berpikir tapi tak mampu mengungkapkan ataupun enggan. Yang manakah arti diam itu?

Melihat seseorang diam dalam wkt lama itu membuatku bertanya-tanya diam yang manakah yang ia pilih? Untuk seorang yang diam, mungkin itu baik-baik saja. Tapi untuk seorang yang menanti jawaban, tanggapan, masukan, diam itu tidak jelas.

Atau diam itu artinya terserah? Hingga pada akhirnya berbagai orang menyimpulkan arti diam dengan diam sebagai "iya", diam sebagai "marah", diam sebagai "tak acuh" atau diam sebagai satu "kebingungan", satu momen untuk berpikir namun tak mampu terungkap apa yang dipikirkan.

Dan dalam diam aku bertanya.

Jumat, 27 Mei 2016

Everyone

Everyone comes and goes, quickly and slowly. Sooner and later.

Everyone busy with their activities, quickly and slowly. Sooner and later.

Everyone get bored, quickly and slowly. Sooner and later.

Everyone such have rustle with their mind, quickly and slowly. Sooner and later.

And sometimes I feel lonely there, in the middle of that rush situation cause they are dinamically change. They comes and goes. They play with their bustles. They leave all the things that make them bored. They let their mind blowing up. I just can take a deep breath slowly, then remember something forgotten that He (Allah) always there for me.

Selasa, 24 Mei 2016

Ceria

Ceria. Kenapa ya tiba-tiba saya berpikir untuk menulis tentang ceria? Mungkin karena akhir-akhir ini saya dipertemukan dengan beberapa orang yang terlihat selalu ceria. Orang-orang yang menularkan energi positifnya, orang-orang yang mampu menyelesaikan persoalannya dengan tenang, dan orang-orang yang mampu membuat orang lain tertawa. Atau memang yang di atas sedang mengajarkan saya tentang ceria.

Bahagia yang tak Berarti Nyaman
Seorang kerabat pernah bilang, untuk apa sih kita hidup kalau bukan untuk bahagia? Sejauh ini saya sepakat dengan hal ini. Tapi, definisi bahagia setiap orang itu berbeda-beda. Terkadang bahagia tidak selalu didefinisikan dengan sesuatu yang nyaman. Ya, di kondisi tertentu bahagia tidak sama dengan nyaman. Di sini saya melihat contoh seorang ibu yang melahirkan, ia tidak nyaman tapi ia terlihat bahagia, atau seorang ayah yang bekerja dari pagi hingga petang demi keluarganya juga bisa tetap merasa bahagia, atau seorang yang gemar menyelesaikan soal-soal sulit mungkin akan merasa bahagia walaupun ia harus berpikir keras, atau lagi seseorang yang gemar berlelah-lelah mendaki gunung, melawan gravitasi, berada pada kondisi tak nyaman tapi tetap merasa senang. Kondisi-kondisi itu mungkin tidak nyaman tapi menyenangkan dan membuat bahagia.

Dari situ saya melihat bahwa kebahagiaan seringkali tidak datang dengan sendirinya. Bahagia datang dari rasa syukur dan rasa senang. Dan ceria adalah bagian dari syukur dan senang itu :)

Don't Worry, I am Okay
Ada juga rekan saya yang mengatakan bahwa seringkali ada sesuatu di balik ceria. Bisa jadi di balik sebuah tawa itu ada duka, di balik sebuah candaan juga ada tangis, dan di balik senyum manis ada kepahitan yang pernah dirasa. Nah, terlepas dari ada tidaknya sesuatu di balik ceria, seseorang yang ceria itu seakan mengatakan "gue baik-baik aja", atau "ngga papa, ngga masalah kok" dan hal ini menurut saya membuat orang yang melihatnya menjadi ikut tenang dan senang.

Selalu Ceria Tak Seperti Tipu Muslihat
Ada yang bilang, jangan membohongi diri sendiri. Kalau memang sakit bilang aja, kalau memang sedih ungkapkan aja. Di waktu-waktu tertentu memang kita perlu jujur dengan hal ini, tapi ngga mau kan terlihat selalu murung di depan orang lain? Selain memberi efek negatif ke orang lain, hal ini juga bisa berefek negatif pada diri kita. Dalam hal ini saya tidak bermaksud mengiyakan kebohongan kepada orang lain, tapi memang tidak semua duka perlu kita beberkan, tidak semua peluh perlu kita beritakan. Sesekali mungkin perlu, tapi jangan sampai larut.

Ada udang di balik batu, ada kamuflase di balik ceria. Hemm... Saya pribadi menyepakati bahwa tidak masalah menutupi kemurungan kita dengan kecerian, hal ini bukanlah sebuah tipu muslihat kepada diri sendiri, tapi sebuah bentuk rasa sayang kita terhadap diri kita sendiri maupun orang yang melihat kita, karena keceriaan dapat membuat kita tenang dan berpikir lebih jernih untuk melakukan hal-hal lebih dari yang kita bayangkan.

Ceria tak Menyelesaikan Masalah
Ya, dengan keceriaan-keceriaan kita memang tidak menyelesaikan masalah di balik keceriaan itu, tapi keceriaan mampu membuat kita berpikir positif, solutif, dan semangat berinisiatif untuk menyelesaikan permasalahan itu. Dari beberapa situasi dan kondisi yang saya lihat,seseorang yang murung, sewot, atau marah-marah dalam mengungkapkan sesuatu mungkin akan bertindak lebih gegabah daripada orang yang ceria dan tenang.

Cerialah, Karena Ceria Menular
Cobalah tersenyum di depan seseorang atau saat berpapasan dengan seseorang, saya yakin sekian persen lebih banyak akan berbalik tersenyum juga. Melawaklah dan tertawalah, saya yakin juga sekian persen lebih banyak orang akan berbalik tertawa.

Saya sepakat bahwa membuat orang lain tersenyum itu adalah sebuah kebahagian tersendiri (tentunya dalam hal positif ya). Dengan demikian, setidaknya kita tahu bahwa kita masih bermanfaat untuk orang lain dan diri sendiri.

Itulah sedikit perihal terkait ceria yang bisa saya ceritakan.Selalu ceria dapat membuat pekerjaan kita lebih fun. Ceria juga dapat membuat kita tenang sehingga mengurangi miskonsepsi arahan kita kepada orang lain. Karena itu cerialah. Sampaikanlah pada dunia bahwa kau baik-baik saja :)

Selasa, 10 Mei 2016

Ibumu, Ibumu, Ibumu, Ayahmu

Beberapa hari yang lalu saya melihat banyak ucapan hari ibu di berbagai media sosial. Lah, bukannya hari ibu itu tanggal 22 Desember? Begitu pikir saya. Tapi ternyata di banyak negara seperti Inggris, Amerika, Malaysia, Australia, Kanada, Singapura, Belanda, dan beberapa negara lainnya, perayaan hari ibu diperingati pada pekan kedua bulan Mei. Baiklah, karena berbagai macam postingan tentang hari ibu tersebut, saya jadi tertarik membahas tentang ibu.

Banyak sebenarnya kejadian tentang ibu yang dapat membuat kita terenyuh dan haru melihat atau membacanya. Salah satu contohnya adalah hal yang saya alami beberapa hari lalu: mendengar perkataan seorang ibu menelepon anaknya ketika saya berada di Commuter Line pagi hari dalam perjalan menuju area berenang di hari libur.

Di samping saya duduk seorang ibu. Saat itu kondisi kereta hening, sesekali hanya terdengar pengumuman terkait pemberhentian di beberapa stasiun. Tiba-tiba terdengarlah suara ibu-ibu di samping saya menelepon:

"Halo adek, adek udah bangun? (dengan nada perhatian) Dek, kalo udah mandi nanti di meja ada roti sama susu ya. Itu dimakan rotinya. Susunya juga dihabisin, biar nanti ngga masuk angin. Ya dek ya."
.... (kemudian sedikit hening, sepertinya si adek berbicara)

"Adek, adek dengerin ibu kan? (Nadanya sedikit lebih meninggi) Jangan lupa dimakan ya, dihabisin. Ini ibu udah di jalan...."

Kurang lebih begitulah percakapannya. Endingnya saya lupa, tapi itu cuplikan paling berkesan yang saya dengar dari percakapan itu. Di situlah saya terenyuh dan disadarkan kembali, waah jadi ibu mantap yaa, sebelum anaknya bangun bahkan dia udah menyiapkan sarapan untuk anaknya, cuma supaya anaknya ngga masuk angin! Dalam hati saya jadi kangen dengan masa-masa itu. Ketika saya menceritakan kejadian ini kepada teman saya, dia langsung mengatakan hal yang tentunya saya sepakati juga: rasanya pingin bilang ke adek itu yang entah seperti apa orangnya "Woi dek, suatu saat lo pasti kangen deh digituin sama ibu!". Haha... Memang benar sih. Ya, itulah hidup. Terkadang kau akan merasa sesuatu itu benar-benar berharga ketika kau kehilangan (salah satunya ya sudah terlewatinya momen itu). Makanya, ketika masih sempat cobalah dimanfaatkan dengan baik.

Di umur-umur saya segini, saya makin merasa kapan lagi saya bisa bareng sama ibu saya dan ayah saya. Kalau dulu waktu kecil, diajak ke pasar, diajak jalan-jalan, disuapin, dimandiin. Sekarang, kalau lagi kangen momen-momen itu, saya ajak ibu saya nge date. Entah minta temenin beli sesuatu atau ibu saya yang minta temenin dan saya langsung berminat. Haha... Biasanya kalau habis jalan, kita makan, berdua dan cerita berbagai hal. Rasanya seru, menceritakan berbagai hal kepada orang terpercaya di hidup kita.

Begitu juga ayah. Pernah sekali si ayah mau beliin beras hitam untuk nenek. Kekeuh banget mau beliin malam-malam dan minta saya anterin. Ini jadi contoh untuk saya sih, ternyata secinta itu dia sama ibunya. Berdua di mobil sama ayah itu seru juga, melihat pemandangan kota di malam hari dan cerita ini itu. Sampai di supermarket belanja bareng berbagai barang unik dan memilah milih mana yang diperlukan mana yang tidak. Alhamdulillah saya masih diberikan kesempatan melakukan momen-momen itu.

Ibumu, ibumu, ibumu, lalu ayahmu. Sempat bertanya-tanya kenapa ibu sampai 3 kali ya baru ayah. Dari beberapa artikel yang saya baca ya hal itu dikarenakan ibumu yang mengandung dirimu selama 9 bulan, dibawa ke mana-mana, pagi siang malam. Saat melahirkan ia mempertaruhkan nyawanya dan ia yang mengasihimu, mengingatkanmu tentang makan seperti cerita di atas. Kalimat klise yang mungkin sering kita dengar saat seseorang mengingatkan kita tentang perjuangan ibu. Tapi itu memang tidak mudah dan butuh perjuangan ekstra juga kesabaran batin tingkat tiinggi dalam melaluinya. Di sini saya tetap sepakat bahwa perjuangan seorang ibu itu dahsyat. Walaupun tidak saya pungkiri bahwa peran dan perjuangan ayah juga sangat penting dalam keluarga. Ia harus mampu menjadi figur pemimpin yang siap mengarahkan layar agar angin permasalahan tidak menghantam terlalu keras.

Saya hanya dapat memberikan pesan, bagi yang masih memiliki orang tua, manfaatkanlah waktu bersamanya. Dan bagi yang sudah tiada, panjatkanlah doa untuknya, karena sebuah doa tidak perlu menggunakan jasa kurir untuk dikirimkan. Tapi hanya butuh hati yang ikhlas dan tawadhu dalam memanjatkannya.

Ya, itulah sedikit kisah tentang ayah dan ibu :) Ibumu ibumu ibumu, lalu ayahmu, begitu katanya.

Senin, 02 Mei 2016

Such A Precious Moment in Yogyakarta

Susah sekali mencari waktu untuk menulis ini, padahal momennya udah terjadi kurang lebih setahun yang lalu di April 2015. Beberapa waktu lalu di bulan April 2016 ini, saya melihat postingan lomba di instagram WEX UGM tahun ini dan jadi teringat kejadian setahun lalu :). Ya, sekitar April 2015 lalu saya dan tiga orang teman saya alhamdulillah mendapat kesempatan mewakili universitas saya untuk berkunjung ke Yogyakarta dalam rangka presentasi final sayembara desain rumah dengan tema Share House.

Saya dan teman-teman baru mendapat kabar bahwa kita harus ke Yogya seminggu sebelum hari H presentasi. Presentasinya akan diadakan hari Minggu dan saat itu hari Senin depannya bertepatan dengan tanggal merah, ya jelaslah semua transportasi udah banyak yang dipesan orang, kebanyakan mungkin untuk liburan atau melepas penat, long weekend gituh...

H-seminggu itu, saya dan teman-teman yang masih kuliah profesi bergegas mencari berbagai macam transportasi yang kira-kira dengan mudah bisa kami naiki untuk ke Yogya. Mulai dari liat tiket kereta, pesawat, sampai disaranin dosen saya naik bus aja kalau semuanya penuh. Tapi, kebayang sih di jalan dua belas jam (kalau naik bus) atau delapan jam (kalau naik kereta) dan harus presentasi besoknya dan seminggu dua minggu lagi kami harus dihadapkan dengan persiapan presentasi desain perkuliahan, jangan sampai sakit. Hemm... kebayang capeknya dan takutnya kurang maksimal juga, kami pun memutuskan untuk kekeuh mencari tiket jalur udara untuk hari sabtu dan pulang hari senin. Sedikit lebih mahal memang, tapi ya waktu memang hal yang tak bisa ditawar tapi sangat mahal dan pengalaman tak bisa tergantikan bukan. Alhamdulillah saya dan teman-teman menemukan tiket murah dan diskon, keraguan kami pun hilang seketika dan alhamdulillah juga kampus kami bersedia mengganti sebagian dana yang kami keluarkan. Kami pun segera membagi tugas, saya dan seorang teman saya mengurus tiket pesawat berangkat dan pulang, sedangkan teman saya lainnya mengurus pemesanan hotel.

Kami tiba di Yogya sekitar pukul 21.00 hari Sabtu dan dijemput oleh panitia menuju hotel kecil yang sudah kami booking sebelumnya, yaitu Hotel Prayogo 3 yang lokasinya cukup berdekatan dengan Taman Budaya, tempat saya dan teman-teman presentasi besok. Hotel ini tidak besar, cukup murah dan sangat tepat untuk yang berniat backpackeran. 1 malam sekitar 180.000 rupiah dengan 1 kamar isi 2 buah double bed.

Malam itu kami bukannya istirahat cepat, tapi malah merapikan presentasi dan latihan presentasi berulang kali. Lucu juga sih, biasanya ke Yogya identik dengan liburan, kali ini malah kayak nugas haha... Oh ya malam itu saya dan teman-teman makan nasi kucing Yogya yang dipesan antar ke kamar. Baru pertama kali makan nasi kucing Yogya, ternyata rasanya nikmat, ya apalagi sehabis perjalanan jauh. Hemm... Setelah makan dan latihan berulang kali, kami pun memutuskan untuk istirahat.

Keesokannya, saya dan teman-teman bergegas menuju tempat acara di Taman Budaya. Baru pertama kali juga mengunjungi Taman Budaya Yogya, ternyata Taman Budaya merupakan sebuah gedung milik pemerintah Yogya (Keraton) dengan halamannya yang cukup luas. Di dalamnya sudah terdisplay berbagai macam karya arsitektur yang dipamerkan oleh pihak panitia.

Baiklah, saya tidak akan berlama-lama dengan cerita presentasi dan tanya jawab. Hahaha... Singkatnya saya dan  teman-teman alhamdulillah mendapat predikat dari sayembara ini. Terima kasih kerja sama dan kerja kerasnya teman-teman :) Hal yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya, berada di kota Yogya dengan perasaan seperti itu.

Sepulang kami dari Taman Budaya, saya dan teman-teman diajak orang tua dari salah satu dari kami untuk makan mie godok Yogya sambil melepas lelah. Terima kasih ya tante dan terima kasih juga kak Erlita (sahabat salah satu dari kami yang berdomisili di Yogya dan merekomendasikan tempat-tempat jajan enak di Yogya).

Tempat mie godok ini cukup sederhana, layaknya tempat makan mie bakso di pinggir jalan yang dindingnya terbuat dari bilik atau kayu. Mie godok ini dijual oleh sepasang suami istri yang tidak lagi muda namun terlihat bersemangat. Tempatnya juga tidak besar tapi katanya rasanya enak, dan memang benar rasanya enaaak..

Tapi memang butuh kesabaran menunggu mie godoknya selesai dibuat karena hanya ada 1 kompor dan 1 kuali yang digunakan. Herannya, cukup banyak pelanggan yang sabar menunggu mie godoknya dihidangkan (termasuk saya dan teman-teman), well karena cerita ini lagi saya jadi pingin makan mie godok nih haha...

Seusai makan mie godok, kami pun kembali ke penginapan. Esok siang (Senin) kami harus kembali menuju Jakarta sehingga kami perlu beristirahat dan mengemas kembali barang-barang kami.

Keesokan harinya, saya dan salah saeorang dari kami (sebut: fathiyah) berencana jalan-jalan sebentar sebelum meninggalkan kota jogja ini. Kami memutuskan mengunjungi Malioboro. Sudah kesekian kalinya saya ke Malioboro, tapi memang pusatnya oleh-oleh Yogja yang cukup banyak dan mudah dicapai ya di sini. Saya juga ingin membeli bakpia untuk orang-orang di rumah sebagai oleh-oleh yang memang rumah produksinya banyak terletak di balik Jl. Malioboro ini. Alhamdulillah saya masih mengingat posisi toko yang saya sukai bakpianya yang sekitar bulan Januari lalu pernah saya kunjungi dengan teman-teman saat libur.

Hha... Sepulang dari Malioboro adalah saat-saat terakhir saya menikmati Yogya sebelum berangkat ke bandara untuk pulang ke Jakarta. Tak ingin meninggalkan momen di Yogya begitu saja, saya pun merekam perjalanan saya dengan taksi saat menuju Malioboro dan saat menuju bandara (video menyusul, msh di pc, blm sempat diupload haha). Hha... Untuk kesekian kalinya ke Yogya, entah kenapa saat itulah saya baru merasa cukup jatuh cinta dengan kota ini :)

Menjadi Sehat

Dari kecil hingga sekitar tiga tahun lalu, saya tidak pernah berpikir untuk diet. Ya, let it flow ajalah, ko ribet banget harus diet, ngga boleh makan ini itu. Yang penting kan masih keliatan proporsional seenggaknya *sok-sokan. Padahal sih berat badan naik terus walaupun dalam jangka waktu setahun dua tahun haha... Tapi ternyata diet itu bukan sekedar untuk raga supaya langsing, tapi juga untuk sehat. Karena berpikir bahwa alasannya adalah kesehatan saya baru berpikir bahwa itu penting. Mungkin lebih asyik kalau kita sebut menjaga pola makan ya bukan diet. Haha...

Akhir-akhir ini saya sedang berpikir tentang cara hidup yang lebih sehat. Ya, karena saya sepakat bahwa kesehatan itu memang mahal. Sehat itu bukan sesuatu hal yang bisa diperoleh dengan instan. Selain kehendak yang di atas, sehat itu juga pilihan, pilihan akan pola hidup dan pola makan.

Sebenarnya saya mulai tergelitik dengan menjaga berat badan demi kesehatan ketika suatu hari di masa saya masih kuliah, paman saya mampir ke rumah. Waktu itu saya melihat beliau terlihat lebih kurus pasca operasi jantung dan ternyata beliau mengatur pola makan agar lebih sehat.

Katanya, dulu sebelum sakit, kalau di kantor lapar, paman saya selalu mengambil cemilan yang siap tersedia di lacinya. Rapat ini itu juga makannya ngga dijaga. Sampailah beliau sakit dan dioperasi. Setelah itu, beliau mencoba pola hidup sehat. Katanya, pagi-pagi sarapan seperti biasanya, dengan porsi karbohidrat dikurangi sedikit. Menjelang siang, sekitar jam 10 ngemil buah satu. Saat makan siang, makan seperti biasa tapi karbohidrat dikurangi sedikit juga. Sore-sore kalau benar-benar lapar, ngemil buah lagi. Malamnya, makan seperti biasa tapi nasi dikurangi lagi sedikit dan usahakan makan di bawah jam 7 malam. Terakhir, kata beliau, jam 9 malam minum susu. Terdengar sehat yaa...

Saya jadi berpikir apa iya sepengaruh itu? Tidak beberapa lama dari hari di mana paman saya menceritakan pola makan sehatnya, saya menonton salah satu talkshow yang saat itu bintang tamunya adalah seorang artis yang baru saja melahirkan anaknya. Katanya setelah melahirkan, dia jadi lebih gendut, dan dia mencoba untuk diet dan menjaga pola makan. Hal itu dilakukan dengan 3 alasan yang cukup menarik perhatian saya. Alasan pertama, sebagai artis dia mencoba untuk tetap good looking dn terlihat langsing (wajarlah). Alasan kedua adalah agar tetap sehat dan tidak mudah sakit (wah, iya jg ya), dan yang ketiga, ia merasa ketika badan tidak gemuk, langkah dan gerak jadi terasa lebih ringan (hemm... Ada benarnya jg).

Nah, dari situlah saya berpikir untuk mencoba mengatur pola makan. Waktu itu saya mencoba ketika liburan dan ternyata pola makan tersebut dapat menurunkan berat badan saya sebanyak 5kg. Dan benar apa yang dikatakan artis itu, langkah dan gerak terasa lebih ringan (berasa ngiklan 😅).

Waktu berganti dan kini saya bekerja. Seperti yang saya katakan di bahasan sebelumnya, mengatur pola makan dan kesehatan di saat kita sudah bekerja itu tidaklah mudah. Karena itulah demi menjaga kesehatan yang merupakan anugerah yang tak terkira ini, saya mencoba beberapa hal:
1. Membawa bekal dari rumah.
Hal ini dapat mengurangi kita mengonsumsi zat-zat penyedap makanan yang biasanya terdapat pada makanan yang dibeli di luar. Selain itu, kita bisa menakar sendiri seberapa banyakkah bekal yang ingin kita bawa, sehingga tidak kekurangan ataupun berlebih.

2. Sesekali membeli buah dan mencoba hanya memakan buah saja di malam hari. Biasanya saya akan mencampur pir dengan wortel ditambah susu, dijus tanpa gula. Mungkin terasa agak hambar, tapi nikmat bagi saya. Mungkin selera setiap orang berbeda, dan varian buah kesukaannya juga berbeda, jadi bisa saja memilih buah lainnya.

3. Olah raga. Minimal seminggu sekali walaupun cukup sulit menemukan waktunya. Sesekali saya mengikuti senam yang cukup terpercaya di internet, seperti SKJ atau aerobik, atau bersepeda di sekitaran area tinggal, atau terkadang saya jogging di taman dekat rumah bersama teman, atau badminton dengan kakak atau ayah saya, atau yang paling menyenangkan bagi saya adalah berenang. Saat berenang kita menggerakkan hampir semua bagian tubuh kita untuk bergerak, demikian pula halnya dengan lari. Namun, yang saya suka dari berenang adalah kita tidak akan berkeringat. Hahaha

Dalam hal mengatur makan, saya juga jadi ingat dengan salah satu pedan nabi: "makanlah ketika kau lapar dan berhentilah sebelum kenyang". Saya sepakat dengan hal itu, segala sesuatu yang berlebihan memang tidak baik dan tentunya aksi sama dengan reaksi, ketika akan berlebih mungkin postur kita akan berlebih, ketika makan kurang, postur kita akan kurus. Untuk itu mungkin baiknya adalah tidak lebih dan tidak kurang. Ya... Begitulah cerita bagaimana saya mencoba untuk tetap sehat di tengah hiruk pikuk rutinitas yang monoton ini. Perlu diketahui, setiap orang punya segi adaptasi yang berbeda-beda untuk menjaga kesehatan. Lebih baik kita tahu kapasitas kita dan kebutuhan tubuh kita, sehingga kita dapat menjaga pola makan dan kesehatan dengan seimbang sesuai porsi tubuh kita. Selamat menjadi sehat :)

Minggu, 01 Mei 2016

Antara Kerja dan Perut Buncit

Waktu kuliah atau sekolah dulu, sering kan ada senior atau kakak kelas yang datang mengunjungi kampus atau sekolah entah untuk sekedar main-main, jadi pembicara, atau sekedar bernostalgia. Kebanyakan kakak-kakak itu sudah bekerja dan ngga dipungkiri adik-adik kelasnya bisa merasa terinspirasi mendengar cerita-cerita para kakak kelas itu (termasuk juga saya haha). Tapi, dari cerita-cerita yang menginspirasi ada satu hal yang kadang menggelitik saya, kenapa ya orang-orang yang sudah bekerja itu terlihat lebih bulat, lebih berisi, dan lebih buncit? Well, tidak semua sih, tapi sebagian besar begitu. Sebagian besar rekan saya yang menjadi gempal setelah kerja adalah kaum adam, tapi tidak menuntut kemungkinan wanita juga demikian. Alasan klise yang diduga-duga orang tentang kenapa orang yang sudah bekerja menjadi lebih gempal adalah ya, dia kan udah punya uang, bisa jajan ini itu. Oke saya terima alasan itu dengan tekad 'ntar gue ngga mau kalap gtu ah'.

Beberapa waktu berlalu, saya pun lulus dan alhamdulillah ada tempat kerja yang mau nerima saya yang masih perlu banyak bimbingan ini huhu.. Nah, setelah menjalani kehidupan kerja beberapa bulan ini, akhirnya saya merasakan kenapa begitu mudahnya orang kerja menjadi bulat. Ternyata perihal ini ngga sesederhana lo jadi punya duit dn akhirnya lo jadi bisa makan ini itu. Ngga, saya sendiri udah mencoba untuk mengatur pengeluaran, membatasi jajan ini itu, dan tetep berusaha atur pola makan. Tapi tetep adaa aja godaannya. Haha

Saya memang mengatur pengeluaran dan tentunya hal itu mempengaruhi pengaturan saya untuk jajan ini itu juga, jangan sampe kalap. Tapi oh tapi, ternyata menjaga pola hidup sehat dalam kehidupan kerja memang tidak semudah menjaga pola hidup sehat ketika kita bersekolah. Yap.

Mungkin sebenarnya hal ini ngga bisa digeneralisasi, tapi saya akan membahas dari sudut pandang saya yang harus bekerja di depan komputer dari pagi hingga petang (nb: kalo ngga lembur) dan saat ini memang tidak sedikit pekerjaan yang menuntut pekerjanya hanya diam berkutat di depan komputer berjam-jam pula. Nah, godaan pertama adalah, cukup sulit menemukan waktu untuk olahraga di sela-sela kesibukan itu kecuali saat weekend, rasanya udah capek duluan. Selain itu, seringkali kejenuhan di kantor membuat beberapa orang (termasuk saya) kadang-kadang jadi ngemil *walaupun ngga banyak sih tapi ada aja. Suatu waktu saya berusaha untuk ngga jajan, eh ada aja yang nawarin cemilan (gratis, msh kebawa nih jiwa mahasiswanya), berhubung ngga enak udah ditawarin dan emang menggiurkan akhirnya saya ikut ambil secomot dua comot. Hemm... Godaan lainnya adalah saat ada yang ulang tahun, ada yang suka bilang mungkin rejeki anak soleh ye, hampir semua yang ulang tahun bawa kue jajan pasar sekotak dua kotak buat satu kubikel, dari risoles, sosis solo, cucur, pastel, dsb. Terkadang ada godaan lain berupa penawaran dari rekan-rekan yang berusaha lebih mencari sesuap nasi dengan misalnya menjual donat, nasi bakar, snack snack ringan di kemasan ke kecil, atau pun minuman seperti susu (tapi asli minumannya enak hmm...), ya mungkin godaan yang ini masih bisa kita tahan-tahan sih. Godaan terakhir adalah kalau lembur paket makanan yang dikasih itu ngga nanggung-nanggung porsinya, ya mungkin supaya pegawainya makan sehat dan ngga gampang sakit. Alhasil seringkali saya membagi satu porsi saya menjadi dua dan membawa setengah porsinya ke rumah. Godaan-godaan itulah yang kadang membuat saya khilaf 😅. Duduk terus di depan komputer atau di balik meja juga seringkali membuat tubuh kita letih, pegal, tidak banyak bergerak, dan lemak menumpuk, bayangkan hal itu harus dilakukan berjam-jam. Ya, itu menurut saya gimana ngga kurang piknik ini badan? Dan gimana ngga makin gempal? Haha... Kehidupan kerja ini berbeda jauh dengan kehidupan ketika masih sekolah. Saat sudah bekerja, kita dituntut mandiri, mengatur waktu sendiri kapan harus bekerja, kapan harus main, kapan harus istirahat, kapan harus makan, kapan harus olah raga, dsb. Ngga ada jadwal yang mengatur seminggu sekali harus ada olah raga. Hemm.

Lain halnya ketika kita masih sekolah.Dari TK sampai SMA kita dihadapkan pada satu kewajiban olah raga seminggu sekali. Atletik dan ujiannya yang minimal sebulan sekali. Belum lagi kalau ada yang diikutin les renang, les tari, les panahan, dsb. Ditambah aktivitas anak kecil yang sukanya larian-larian, main bola, main sepeda pulang TPA, ditambah seringkali anak kecil itu ogah makan.

Waktu SMA dan kuliah juga ngga kalah aktifnya sih: olah raga tetep harus seminggu sekali, ikut ekskul ini itu, naik turun tangga sekolah. Pas kuliah, pindah-pindah kelas dari yang di fakultas sendiri sampe di fakultas orang yang kalo jalan butuh effort (maklum univ saya punya halaman ngga nanggung-nanggung, melewati hutan, mendaki jalan berkerikil, padang rumput, dan menyebrangi sungai di atas jembatan pun dijabanin demi masuk kelas). Dari yang kelasnya di lantai satu sampai di lantai enam juga dijabanin (yang kalau liftnya lg perbaikan mau ngga mau harus naik ke lantai 6 itu dengan tangga) juga dijabanin 💪💪💪. Gimana ngga kurus ya...

Begitulah sekilas kehidupan kerja yang mungkin dapat membuatmu terlihat lebih gempal dan menjadi jawaban pertanyaan saya, kenapa orang yang sudah bekerja seringkali berubah jadi lebih buncit. Menyikapi hal ini, ada beberapa solusi yang saya tahu: pertama, tetap menjaga pola makan, kedua, tahan godaan, dan ketiga, semangat untuk olah raga rutin. Ngga mau kan kalau masih mudah udah ngga fit? Baiklah, semangaat sehaat :)

Rabu, 27 April 2016

Pemuda, Ayah, dan Ibu

Seorang pemuda mungkin bekerja karena cita-citanya, mimpinya, kegemarannya, nama baiknya, dan juga seringkali demi orang tuanya

Namun, seorang ayah / ibu mungkin bekerja karena ia tahu ia punya cinta dan tanggung jawab terhadap timnya (keluarganya), harapan buah hatinya, dan harapan surganya (orang tua)

Kalimat di atas hanyalah sepenggal pemikiran yang terbersit ketika aku merasakan kenapa aku bekerja. Jujur bekerja itu bukanlah sebuah hal yang mudah. Saat pertama kali aku akan masuk kerja dan memilih satu di antara dua lowongan yang menerimaku dan hampir menerimaku ada keresahan tersendiri dan pertanyaan terselubung 'untuk apakah aku bekerja?' 'kenapa aku harus bekerja?' Klise sekali ketika jawabannya adalah karena uang. Kita paham bahwa setiap orang bekerja tentu karena mencari nafkah. Tapi ada hal lain yang cukup mengganjal yang saat itu mungkin akan membawaku lebih memaknai dan menghargai apa yang kukerjakan. Waktu itu aku hanya berpikir bahwa aku bekerja karena mencari keberkahan, mencari nafkah, dan menjaga manfaat ilmu terutama dalam pendidikan formal yang tentunya udah susah payah kuperoleh dari umur 4 tahun hingga umur 22 tahun. Kurang lebih 19 tahun itu kuhabiskan. Lebih dari separuh umurku saat ini.

Masuk di lingkungan kerja pertama kali, tentunya ada rasa kepuasan tersendiri, siapa sih yang ngga percaya diri abis nunggu berhari-hari berbulan-bulan tiba-tiba dipanggil untuk interview... Ya, abis bekerja pagi hingga malam berhari-hari dapet uang di akhir bulan, bisa membeli beberapa barang dengan jerih payah keringat sendiri dan mengatur keuangan sendiri, suatu bentuk lain dari menuju pendewasaan. Tadinya sempat berpikir bahwa oke, aku udah settle di sini tapi kurasa tidak. Ada passion lain yang rasanya ingin kukejar. Setelah membaca beberapa artikel, kurasa itu hal yang wajar bagi seorang yang berusia 23 tahun. Ya bekerj itu tidak mudah, apalagi kalau ini adalah pekerjaan resmi kita. Kenyataannya bekerja itu memang keras. Kita akan bertemu dengan orang-orang yang memiliki karakter berbeda-beda, sifat-sifat yang unik. Kita akan dihadapkan pada suatu keheranan 'ko bisa ada orang kayak gini?' Tapi kita harus bekerja dengan mereka. Ada juga keheranan dan kebosanan ketika harus mengerjakan hal yang tidak kita sukai, tapi itu tanggung jawab kita, kalau udah kayak gitu rasanya pingin nyebur ke kolam renang dan refreshing haha... Tapi heran  ngga heran apa yang bertemu dengan kita itu adalah request by yang di atas.

Aku sendiri seringkali merasa kompleksitas pekerjaan membuatku ingin menyerah saja, melempar kertas-kertas tugas, berlari keluar kantor dan melambai pada kertas kontrak yang pernah ditandatangani. Tapi jujur demi nama baik, tantangan konsistensi diri, dan belajar tanggung jawab aku mencoba untuk bertahan setidaknya dalam beberapa waktu. Kadang berpikir jangan-jangan ini hanya kemauan sesaatku. Haa... Hasutan-hasutan yang seringkali membuat kita jadi bimbang.

Tapi sekali lagi aku berpikir bahwa
Bekerja itu tidak ada yang mudah, pasti ada tantangannya, sekalipun pekerjaan itu sesuai passion. Tapi terkadang situasi dan status membuat kita berpikir lain. Dulu waktu kecil, ngga habis pikir ko sewaktu-waktu ayahku lembuuur terus, padahal mungkin itu adalah wujud teladannya dlm bertanggung jawab pada pekerjaannya. Dulu ngga habis pikir juga kenapa ayah mau dipindah2 tugas lintas kota, ibuku rela ikut pindah2 sibuk packing tiap pindah dan mereka jauh dr org tuanya sndiri yg kian lama kian sepuh, akupun sampai hrs beradaptasi di 4 SD berbeda di 4 kota yg berbeda, padahal itu mungkin wujud komitmennya dalam bekerja dan memenuhi amanatnya sbg ayah. Dulu ngga habis pikir, si papah 3 tahun rela ngerantau sendiri di pulau lain sementara istri dan anak2nya sekolah di jakarta, apalagi yah kalo bukan demi kehidupan anak-anak dan istrinya. Kenapa sanggup bertahan di satu institusi bertahun-tahun. Satu pengorbanan yg tak terkira, rela keluar dari zona nyamannya demi orang lain. Sekarang ngerasain sendiri bahwa realita kehidupan kerja tak semudah yg dibayangkan.

Ya, inilah salah satu pemikiran kompleksku di 23 tahun hidupku ini. Mungkin berbeda dengan pemikiran seorang ayah yang lebih rela menahan keluhnya saat bekerja karena ia tahu bahwa demi cintanya, ibadahnya, keluarganya, tanggung jawabnya ia harus bekerja. Atau seorang ibu yang bekerja / menjadi ibu rumah tangga, seringkali meninggalkan zona nyamannya, mungkin karena ia tahu, betapa betapa berartinya keluarganya.

Sampai pada titik ini, kita memang berhak memilih yg menurut kita terlihat menyenangkan, apakah ingin bekerja pada satu institusi, bekerja sesuai passion kita, bekerja membangun usaha sendiri, ataukah pure menjadi ibu rumah tangga (utk wanita). Tapi ingat bahwa tak semudah itu keluar-masuk pekerjaan, tak semudah itu melepaskan satu pekerjaan dan membangun start up sndiri. Tak semudah itu mengatur rezeki kita. Keluar dr satu pekerjaan demi passion kita tidaklah salah, begitu  pula bertahan pada satu pekerjaan demi hal lain seperti keluarga jg tidaklah salah. Tapi ingat bahwa setiap pilihan ada risikonya, setiap pilihan ada konsekuensinya. Semuanya kembali ke diri kita, dengan risiko dan konsekuensi manakah kita siap berdamai?

Minggu, 24 April 2016

He Knows You More than Anything

Everyone always have feeling. Even it bad, good, or feel nothing. They all are types of feeling in my opinion. Then, what do we have to do if we feel all those feelings? Actually no one give all that feeling except Him. So, that's why I think it's better when u tired, when u bored, when u feel hard, when u happy, when u feel grateful, when u feel lucky, when u mad, when u sad, when u cry, when u down, when u cheer up, when u feel blessed, when u satisfied, when u have a joy, when u not understand, when u feel awesome, when u feel wonderful, when u feel kind, when u feel amazed, when u doubtful, when u angry, when u disappointed, when u betrayed, when u hopeful, when u ashamed, when u feel unfair, when u embarassed, when u afraid, when u feel bad, and when u feel the other all feelings too, just ask Him and call Him. He knows u more than anything. He knows you better, always better :)

Rumput Tetangga

 

Rumput kecil di sebuah studio arsitektur dengan model tangan seorang kerabat

Beberapa teman, rekan, dan kerabat ada yang berkata bahwa rumput tetangga sering terlihat lebih hijau. Ah iya, kuakui itu memang benar. Khalayak ramai juga banyak yg mengakuinya. Tapi tahukah kau rumput yg bagus tidak tumbuh dengan sendirinya. Tahukah kau bagaimana susahnya tetanggamu menanam rumput itu? Bagaimana ia berjuang menggemburkan tanahnya? Bagaimana ia memilih bibitnya? Bagaimana ia memupuknya? Bagaimana ia menyingkirkan hama atau ilalang lain yang mengganggunya? Seberapa sering ia menyiraminya? Seberapa sering ia memangkasnya agar terlihat rapi? Berapa banyak waktu yang dihabiskannya untuk itu? Seorang sahabat pernah bilang, "ngga ada hasil yang mengkhianati usaha" dan aku sepakat itu memang benar. Jika pada kenyataannya hasil tidak sesuai dengan harapan, mungkin ada perihal yg belum kita selesaikan dengan diri kita. Ya, terkadang permasalahannya bukanlah nasib tapi hanya waktu yang tepat untuk memiliki niat yang tepat, dan usaha tepat yang kita kerahkan, hingga apakah kita sudah pantas utk mendapat hasil yg kita inginkan? :)

Sabtu, 09 April 2016

A Little Insight

Sometimes we need a me time in our life. And sometimes we also need to talk with other people just to know and open our mind for a thing that we forget to know or forget to realize. Then, here today i talk with my 3 friends and i got a little insight and remember that in our life:

 1) If u make a prejudice just because of what u hear, do a cross check. If u don't, it's better u never know about the matter at all

2) a pride and prejudice sometimes just make u feel worry instead.Don't forget to remember Him,by His remembrance are the heart set at rest

3) Always remember, everything that happen to us, whether it comes to or goes away from us are requested by Him and He know u more than everything

4) Grateful is not an act for a certain momentum. It's an act for everytime, every minute, every second, everytime u breath

5. Sometimes it's hard to be patient. But remember that everything comes and goes, sooner or later it will disappear but joy or not for the end is depend on how and what we act

Kamis, 07 April 2016

sepenggal surat

“Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya, dan sesungguhnya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya), kemudian akan diberi balasan yang paling sempurna, dan sesungguhnya kepada Tuhanmu lah kesudahannya (segala sesuatu), dan sesungguhnya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis, dan sesungguhnya Dialah yang mematikan dan menghidupkan” (Q.S. An-Najm, 39-44)

pengingat yang paling jlepp... paling suka baca ayat ini kalau lagi ngga menentu. Lagi resah dengan hiruk pikuk dunia dan perasaan ngga tenang yang kadang mampir. Ya... Allah itu Maha Kuasa