Rabu, 23 September 2020

Antara Karir Pekerjaan dan Karir Hidup (Part 1)

Setahun lalu usiaku 27 tahun, ada hal besar yang terjadi di hidupku. Kurang lebih itu 4 tahun sejak aku lulus kuliah Profesi Arsitektur dan 5 tahun sejak aku lulus kuliah sarjana Arsitektur. Sejujurnya aku cukup senang dan bangga sebagai lulusan Arsitektur. Banyak hal yang aku pelajari terkait sudut pandang dalam memahami persoalan (di Arsitektur sebagian besar tugasnya analisis untuk menyelesaikan isu melalui keterbangunan suatu arsitektur...#skip aja kalo keribetan bahasanya 😅. Ya kurang lebih begitu).

Aku belajar banyak hal tentang bagaimana memahami perbedaan, bagaimana sesuatu bisa terjadi demikian, apa penyebabnya, apa analisisnya, apa solusinya. Mempelajari dan memahami desain juga salah satu materi yang aku sukai. Melatih rasa, melatih kepekaan. Banyak. Banyak dan tak bisa kuungkapkan semuanya. Intinya banyak hal yang akhirnya membuat aku berpikir bahwa setiap lulusan sarjana setidaknya punya bekal untuk terjun ke dunia kerja. IPK tinggi akan menjamin, anyway.... yes 'IPK tinggi' is a key but not really absolute guarantee.

Nyatanya di dunia pekerjaan, kebanggaan lulusan baru itu bukanlah apa-apa. Hal ini mengingatkanku tentang perkataan beberapa pengajar dan kakak kelas bahwa dunia kerja benar-benar berbeda dengan dunia sekolah atau institusi pendidikan tinggi. Kita seakan-akan belajar lagi dari 0.

Nyatanya, di dunia pekerjaan yang diperlukan adalah skill atau kemampuan dalam 'bekerja': menyelesaikan masalah, berbagi pekerjaan dengan rekan kerja, berdiskusi untuk mencapai solusi bersama. Ya semua itu diperlukan. Bukan lagi sekedar bisa mengerjakannya sendiri atau tidak, bukan lagi perkara yang penting selesai. Tidak ada lagi jeda-jeda liburan semester atau ujian akhir semester yang kalau udah selesai kita bisa lega tinggal nunggu nilai.

Kuncinya "tepat dan cepat". Tanggung jawabnya bukan lagi untuk diri sendiri saja (asal nilai ngga jeblok) atau untuk orang tua saja (asal lulus). Tanggung jawabnya akan lebih luas, terhadap diri kita, terhadap orang yang memberi kita upah, orang yang memakai jasa pekerjaan kita, hingga rekan kerja kita, serta tidak lupa untuk keluarga dan juga terhadap waktu. Ya terhadap waktu.

Waktu kita dalam bekerja, seefektif apa dan waktu dalam artian lebih luas, yaitu usia / hidup kita sendiri. Di titik itulah saya punya pertanyaan, apa sih sebenarnya yang dicari dari bekerja? Apa karir yang saya tekuni sudah tepat? (To be continued...)