Jumat, 25 Januari 2019

What We See, What We Hear, and What We Think

What we think is not always correct. What we perceive is not always true enough, and what we hear sometimes is not the real one.

How easy sometimes we assume something and judge a thing. But I can't pretend that it is not easy to not assume or judge, especially in our mind, yeah our mind.

People share anything, people show what they want. But the other people assume them, vise versa.

Prejudice sometimes goes into our mind, make a negativity, how cruel is it? It can't be seen, but can be felt deeply. Yet, it is your mind. You have to handle it or flip it into positivity. Cause sometimes negativity is not happen, it is just in your mind. Be possitive, be happy.

Minggu, 13 Januari 2019

Hampa?

Beberapa hari ini... Gue merasa kalau gue berada pada titik hampa. Gue pernah merasakan ini waktu gue masih SMA tapi ya agak berbeda sih. Hampa yang dimaksud itu ketika aktivitas-aktivitas dan apa yang dilakukan ya kok rasanya gini-gini aja. Terus berasa, yang selama ini lo mauin yaudah lewat aja gitu. Semacam passion lo hilang, hobi lo juga gak terasa membuat lo tertarik lagi dan semangat. Gue berada pada titik, makanan aja yang jadi hobi gue ngga bisa bkin gue bangkit semangat. Mikirin travelling untuk cari pengalaman baru juga ngga se-mood itu. Mau males-malesan juga sebenarnya lo tahu itu gak benar, walaupun seringkali jadi keturutan. Hha kalau dipikirin emang selalu serba salah sih.

Gue percaya, dalam setiap circle of life emang ada tahap-tahap tertentu yang disebut titik balik. Katanya sih di tahap umur kelipatan 7. Ya, 7 tahun, 14 tahun, 21 tahun, 28 tahun. Gue belum nyampe 28 tapi, entah ada perasaan-perasaan mengganjal yang membuat semuanya terasa biasa-biasa aja. Semacam tanpa progress.

Ada yang bilang, kalau rasanya hampa itu, jangan-jangan kita tuh sedang berada di titik jauh dari Allah. Iya, gue percaya, dan harus percaya emang kalau Allah tuh ngga ninggalin kita, yang ada tuh kita ngejauh, makanya rasanya jauh.

Seringkali kita ngerasa hampa, karena kita ngerasa ya gini-gini aja. Padahal, bisa jadi ini yang terbaik buat kita. Kita ngga tau, hal-hal apa yang Allah jauhkan dari kita karena wujudnya ga kerasa di kita. Kita ngga tahu Allah tuh sedang melindungi kita dari apa. Yang kita tahu cuma apa-apa yang kita dapat. Nah, mungkin gimanapun kondisinya, harusnya kita bisa bersyukur. Kadang berat, kadang kita berada di titik hampa itu. Tapi, perlu buat maksa diri kita tetap bersyukur. Hey, too much gift He send to you, too much protections that He avoids you from. You have to be grateful.

Mungkin kehampaan itu juga berasa karena lo takut sama masa depan. Semacam ngga kebayang akan gimana nantinya, karena rasanya jalannya aja kayak ngga keliatan. Well, hey body don't be silly, Allah itu Maha Kaya. Kalau iya lo percaya kalau Allah tuh ngga ninggalin kita, lo harus percaya bahwa kondisi sekarang itu ngga serta merta bisa sesuai dengan logika yang kita pikirkan untuk masa depan. Anything can happen in the future, terlalu mudah untuk Allah membolak balikkan kondisi. Percaya pada rahmat Allah, percaya pada kekayaan yang Allah punya, percaya pada berkah yang mampu Allah berikan. Yang penting tetep harus semangat berusaha dan jangan menyerah *nasehatin diri sendiri.

Flashback dikit ya, waktu SMA itu adalah titik balik di mana gue berpikir, kenapa gue harus berjuang. Kayaknya gue jungkir balik les sana sini juga ya nilai gue segitu-gitu aja. Kenapa gue bisa sampai mikir kayak gitu? Itu karena yang gue kejar nilai bukan proses, dan yang gue lakukan mungkin adalah usaha tanpa strategi, usaha tanpa upaya yang jelas. Atau mungkin, niat gue yang ngga bener.

Di titik itu gue mulai berpikir bahwa, kita tuh diciptain ngga mungkin sia-sia. Allah tuh Maha Baik, dia ciptakan kita pasti inshaAllah ada manfaatnya. Udah jelas dibilang kalau manusia itu diciptakan untuk beribadah dan menjadi khalifah. Waktu itu gue ngga ngerti maksudnya apa, karena paradigma ibadah gue masih sekedar amalan-amalan "ibadah" solat dsb. Paradigma gue tentang khalifah juga masih cetek, khalifah "pemimpin".

Seiring waktu, di masa-masa itu gue mulai memahami bahwa, Islam itu sebenarnya menyeluruh. Menyeluruh di keseharian kita. Manusia diminta untuk beribadah, artinya semua yang dilakukan untuk kebaikan itu bisa jadi bentuk ibadah, bekerja, belajar, berbuat baik pada orang tua, menasehati diri sendiri, saling mengingatkan dengan teman, dsb. Ternyta itu semua termasuk ibadah. Lalu gimana dengan khalifah? Ya setiap manusia itu pemimpin minimal untuk dirinya sendiri. Pemimpin itu punya amanat untuk dijaga, dan manusia itu selalu punya amanat, minimal dirinya sendiri, mau diarahkan ke arah yang bagaimana. Sebagian manusia juga diamanatkan untuk menjadi pemimpin bagi orang lain. Dan yang lebih menyeluruh lagi, setiap manusia itu diamanatkan barang-barangnya, harta-hartanya, juga bumi yang ditinggalinya.

Berat? Iya berat kedengarannya. Tapi, kurang apa coba kebaikan Allah ke kita? Diciptakan untuk bermanfaat, diamanatkan berbagai macam hal di dunia ini untuk bisa kita atur sendiri, untuk bisa kita jaga. Dilindungi dari hal-hal yang kita ngga tau, dll, dll.. dll... Lalu, maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Waktu kuliah, gue bersyukur banget bisa masuk arsitektur. Selain karena emang pingin berkiprah di bidang itu, ternyata di dalamnya pun gue belajar bahwa manusia diciptakan untuk membangun. Manusia punya insting untuk hidup, untuk membuat komunitas, untuk mempelajari proses, untuk tinggal, untuk memahami keberagaman, untuk memahami kreativitas, juga memahami bahwa setiap individu berbeda, punya kekhasannya masing-masing, begitupun setiap ide yang datang darinya. Di waktu itu gue juga jadi memahami bahwa manusia diciptakan untuk membangun dan mengatur dunia agar menjadi lebih baik (kedengerannya idealis banget dan bak pahlawan ya). Tapi, gue rasa emang kudunya kita mengarah ke situ sih, kitanya aja yang suka nyeleneh dan emang punya kekurangan, makanya yang idealis-idealis itu suka ngga tergapai 💯%. Ya, agak ngga mungkin juga sih 100% totally, ya ngga ada yg sempurna. Seenggaknya mencoba mencapai itu.

Poin paling penting adalah menghargai proses. Hasil itu haknya Allah, manusia itu kewajibannya berusah, berproses, tawakal, jangan menyerah *nasehat buat diri sendiri lagi 😅. Hasil yang Allah kasih itu adalah ridho Allah, berkah Allah ke kita. Jadi... Jangan hampa lagi yaa.. We have to be happy, we have to be encouraged to do good things. Never worries, after trying, give it up to Him.

Nah, setelah nulis-nulis ini, gue jadi ngeh lagi... Kenapa kita harus merasa hampa? Kenapa kita harus merasa sedih? Kenapa kita ngerasa ini biasa-biasa aja? Padahal udah banyak yang patut kita syukuri.

Hal paling sulit itu memang menjaga semangat, layaknya menjaga iman, supaya ngga mudah goyah, salah satunya kayak terserang hampa itu ya... Banyak-banyak bersyukur, banyak mengingat nikmat, dan banyak-banyak merasa kurang dalam hal positif, sehingga memicu kita untuk bisa terus berjuang dan istiqomah...

Wallahu'alam bishawab