Sabtu, 15 Mei 2021

Disappointed, Expectation, Appreciate, & Believe

If someone is mad or disappointed in you, sometimes because she/he have high expectation to you. However we should appreciate it because it means they believe (husnuzon) that we can do it.

Kamis, 25 Februari 2021

Ilmu yang Membersamai Amal

Kadang jiwa kekanak2anku memberontak, berpikir lagi betapa nyamannya menjadi anak kecil, tak memusingkan resah gundah pikirannya orang dewasa, tak memikirkan keruwetan pekerjaan yang semakin nano nano dan membutuhkan multitasking. merapikan rumah, bekerja, memasak, mencuci, menjemur, pergi kondangan, membayar pajak, belanja keperluan sekeluarga, berpikir besok mau masak apa ya, pinter-pinter aja bagi kerjaan sama pak suami ya. Apalagi yang punya baby atau sedang dalam masa pengasuhan / pendidikan anak, mashaAllah ya skema kehidupan ini. Aku rasa manusia pada dasarnya adalah pribadi-pribadi yang tangguh, demikianlah Allah menciptakannya bersamaan dengan rizki dan ujiannya masing-masing.

Kutarik fakta hidup, kukembalikan dari kenangan masa-masa kecil dan remaja (yang dulu pernah kupikir penat, tapi nyatanya kehidupan di middle age - merasa tua 😅-, bisa membuatmu sewaktu-waktu penat juga dengan hiruk pikuknya.

Kutarik lagi, faktanya, here I am. In the way to the middle age, inshaAllah... Faktanya adalah itu, dan tak bisa kulari dari fakta itu.

Rasanya seperti terjebak, padahal sebenarnya tidak, mungkin, perasaan terjebak itu muncul dari fakirnya ilmu. Ya, aku rasa tidak ada jalan lain untuk menyeimbangkan kondisi kita masing-masing saat ini selain dengan menambah ilmu, setidaknya ilmu sadar akan fakta-fakta / problema yang ada dan bagaimana menyelesaikannya.

Seperti mencari ilmu belajar dalam hal membagi waktu, belajar mengelola keuangan, belajar mendidik keturunan, belajar memasak, belajar berbenah, belajar untuk sabaarr, belajar dan belajar. 

Sangat baik jika kita sudah mempelajarinya lebih awal karena idealnya ilmu mendahului amal, walau tak ayal juga sewaktu-waktu kita bisa belajar dari amal yang mendahului ilmu.

Yah, cukup sudah kumemahaminya. Mungkin apa yang kurasakan saat ini adalah karena amal-amalku perlu lebih menggandeng ilmu-ilmunya untuk berjalan bersama :)

Rabu, 23 September 2020

Antara Karir Pekerjaan dan Karir Hidup (Part 1)

Setahun lalu usiaku 27 tahun, ada hal besar yang terjadi di hidupku. Kurang lebih itu 4 tahun sejak aku lulus kuliah Profesi Arsitektur dan 5 tahun sejak aku lulus kuliah sarjana Arsitektur. Sejujurnya aku cukup senang dan bangga sebagai lulusan Arsitektur. Banyak hal yang aku pelajari terkait sudut pandang dalam memahami persoalan (di Arsitektur sebagian besar tugasnya analisis untuk menyelesaikan isu melalui keterbangunan suatu arsitektur...#skip aja kalo keribetan bahasanya 😅. Ya kurang lebih begitu).

Aku belajar banyak hal tentang bagaimana memahami perbedaan, bagaimana sesuatu bisa terjadi demikian, apa penyebabnya, apa analisisnya, apa solusinya. Mempelajari dan memahami desain juga salah satu materi yang aku sukai. Melatih rasa, melatih kepekaan. Banyak. Banyak dan tak bisa kuungkapkan semuanya. Intinya banyak hal yang akhirnya membuat aku berpikir bahwa setiap lulusan sarjana setidaknya punya bekal untuk terjun ke dunia kerja. IPK tinggi akan menjamin, anyway.... yes 'IPK tinggi' is a key but not really absolute guarantee.

Nyatanya di dunia pekerjaan, kebanggaan lulusan baru itu bukanlah apa-apa. Hal ini mengingatkanku tentang perkataan beberapa pengajar dan kakak kelas bahwa dunia kerja benar-benar berbeda dengan dunia sekolah atau institusi pendidikan tinggi. Kita seakan-akan belajar lagi dari 0.

Nyatanya, di dunia pekerjaan yang diperlukan adalah skill atau kemampuan dalam 'bekerja': menyelesaikan masalah, berbagi pekerjaan dengan rekan kerja, berdiskusi untuk mencapai solusi bersama. Ya semua itu diperlukan. Bukan lagi sekedar bisa mengerjakannya sendiri atau tidak, bukan lagi perkara yang penting selesai. Tidak ada lagi jeda-jeda liburan semester atau ujian akhir semester yang kalau udah selesai kita bisa lega tinggal nunggu nilai.

Kuncinya "tepat dan cepat". Tanggung jawabnya bukan lagi untuk diri sendiri saja (asal nilai ngga jeblok) atau untuk orang tua saja (asal lulus). Tanggung jawabnya akan lebih luas, terhadap diri kita, terhadap orang yang memberi kita upah, orang yang memakai jasa pekerjaan kita, hingga rekan kerja kita, serta tidak lupa untuk keluarga dan juga terhadap waktu. Ya terhadap waktu.

Waktu kita dalam bekerja, seefektif apa dan waktu dalam artian lebih luas, yaitu usia / hidup kita sendiri. Di titik itulah saya punya pertanyaan, apa sih sebenarnya yang dicari dari bekerja? Apa karir yang saya tekuni sudah tepat? (To be continued...)

Jumat, 25 Januari 2019

What We See, What We Hear, and What We Think

What we think is not always correct. What we perceive is not always true enough, and what we hear sometimes is not the real one.

How easy sometimes we assume something and judge a thing. But I can't pretend that it is not easy to not assume or judge, especially in our mind, yeah our mind.

People share anything, people show what they want. But the other people assume them, vise versa.

Prejudice sometimes goes into our mind, make a negativity, how cruel is it? It can't be seen, but can be felt deeply. Yet, it is your mind. You have to handle it or flip it into positivity. Cause sometimes negativity is not happen, it is just in your mind. Be possitive, be happy.

Minggu, 13 Januari 2019

Hampa?

Beberapa hari ini... Gue merasa kalau gue berada pada titik hampa. Gue pernah merasakan ini waktu gue masih SMA tapi ya agak berbeda sih. Hampa yang dimaksud itu ketika aktivitas-aktivitas dan apa yang dilakukan ya kok rasanya gini-gini aja. Terus berasa, yang selama ini lo mauin yaudah lewat aja gitu. Semacam passion lo hilang, hobi lo juga gak terasa membuat lo tertarik lagi dan semangat. Gue berada pada titik, makanan aja yang jadi hobi gue ngga bisa bkin gue bangkit semangat. Mikirin travelling untuk cari pengalaman baru juga ngga se-mood itu. Mau males-malesan juga sebenarnya lo tahu itu gak benar, walaupun seringkali jadi keturutan. Hha kalau dipikirin emang selalu serba salah sih.

Gue percaya, dalam setiap circle of life emang ada tahap-tahap tertentu yang disebut titik balik. Katanya sih di tahap umur kelipatan 7. Ya, 7 tahun, 14 tahun, 21 tahun, 28 tahun. Gue belum nyampe 28 tapi, entah ada perasaan-perasaan mengganjal yang membuat semuanya terasa biasa-biasa aja. Semacam tanpa progress.

Ada yang bilang, kalau rasanya hampa itu, jangan-jangan kita tuh sedang berada di titik jauh dari Allah. Iya, gue percaya, dan harus percaya emang kalau Allah tuh ngga ninggalin kita, yang ada tuh kita ngejauh, makanya rasanya jauh.

Seringkali kita ngerasa hampa, karena kita ngerasa ya gini-gini aja. Padahal, bisa jadi ini yang terbaik buat kita. Kita ngga tau, hal-hal apa yang Allah jauhkan dari kita karena wujudnya ga kerasa di kita. Kita ngga tahu Allah tuh sedang melindungi kita dari apa. Yang kita tahu cuma apa-apa yang kita dapat. Nah, mungkin gimanapun kondisinya, harusnya kita bisa bersyukur. Kadang berat, kadang kita berada di titik hampa itu. Tapi, perlu buat maksa diri kita tetap bersyukur. Hey, too much gift He send to you, too much protections that He avoids you from. You have to be grateful.

Mungkin kehampaan itu juga berasa karena lo takut sama masa depan. Semacam ngga kebayang akan gimana nantinya, karena rasanya jalannya aja kayak ngga keliatan. Well, hey body don't be silly, Allah itu Maha Kaya. Kalau iya lo percaya kalau Allah tuh ngga ninggalin kita, lo harus percaya bahwa kondisi sekarang itu ngga serta merta bisa sesuai dengan logika yang kita pikirkan untuk masa depan. Anything can happen in the future, terlalu mudah untuk Allah membolak balikkan kondisi. Percaya pada rahmat Allah, percaya pada kekayaan yang Allah punya, percaya pada berkah yang mampu Allah berikan. Yang penting tetep harus semangat berusaha dan jangan menyerah *nasehatin diri sendiri.

Flashback dikit ya, waktu SMA itu adalah titik balik di mana gue berpikir, kenapa gue harus berjuang. Kayaknya gue jungkir balik les sana sini juga ya nilai gue segitu-gitu aja. Kenapa gue bisa sampai mikir kayak gitu? Itu karena yang gue kejar nilai bukan proses, dan yang gue lakukan mungkin adalah usaha tanpa strategi, usaha tanpa upaya yang jelas. Atau mungkin, niat gue yang ngga bener.

Di titik itu gue mulai berpikir bahwa, kita tuh diciptain ngga mungkin sia-sia. Allah tuh Maha Baik, dia ciptakan kita pasti inshaAllah ada manfaatnya. Udah jelas dibilang kalau manusia itu diciptakan untuk beribadah dan menjadi khalifah. Waktu itu gue ngga ngerti maksudnya apa, karena paradigma ibadah gue masih sekedar amalan-amalan "ibadah" solat dsb. Paradigma gue tentang khalifah juga masih cetek, khalifah "pemimpin".

Seiring waktu, di masa-masa itu gue mulai memahami bahwa, Islam itu sebenarnya menyeluruh. Menyeluruh di keseharian kita. Manusia diminta untuk beribadah, artinya semua yang dilakukan untuk kebaikan itu bisa jadi bentuk ibadah, bekerja, belajar, berbuat baik pada orang tua, menasehati diri sendiri, saling mengingatkan dengan teman, dsb. Ternyta itu semua termasuk ibadah. Lalu gimana dengan khalifah? Ya setiap manusia itu pemimpin minimal untuk dirinya sendiri. Pemimpin itu punya amanat untuk dijaga, dan manusia itu selalu punya amanat, minimal dirinya sendiri, mau diarahkan ke arah yang bagaimana. Sebagian manusia juga diamanatkan untuk menjadi pemimpin bagi orang lain. Dan yang lebih menyeluruh lagi, setiap manusia itu diamanatkan barang-barangnya, harta-hartanya, juga bumi yang ditinggalinya.

Berat? Iya berat kedengarannya. Tapi, kurang apa coba kebaikan Allah ke kita? Diciptakan untuk bermanfaat, diamanatkan berbagai macam hal di dunia ini untuk bisa kita atur sendiri, untuk bisa kita jaga. Dilindungi dari hal-hal yang kita ngga tau, dll, dll.. dll... Lalu, maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Waktu kuliah, gue bersyukur banget bisa masuk arsitektur. Selain karena emang pingin berkiprah di bidang itu, ternyata di dalamnya pun gue belajar bahwa manusia diciptakan untuk membangun. Manusia punya insting untuk hidup, untuk membuat komunitas, untuk mempelajari proses, untuk tinggal, untuk memahami keberagaman, untuk memahami kreativitas, juga memahami bahwa setiap individu berbeda, punya kekhasannya masing-masing, begitupun setiap ide yang datang darinya. Di waktu itu gue juga jadi memahami bahwa manusia diciptakan untuk membangun dan mengatur dunia agar menjadi lebih baik (kedengerannya idealis banget dan bak pahlawan ya). Tapi, gue rasa emang kudunya kita mengarah ke situ sih, kitanya aja yang suka nyeleneh dan emang punya kekurangan, makanya yang idealis-idealis itu suka ngga tergapai 💯%. Ya, agak ngga mungkin juga sih 100% totally, ya ngga ada yg sempurna. Seenggaknya mencoba mencapai itu.

Poin paling penting adalah menghargai proses. Hasil itu haknya Allah, manusia itu kewajibannya berusah, berproses, tawakal, jangan menyerah *nasehat buat diri sendiri lagi 😅. Hasil yang Allah kasih itu adalah ridho Allah, berkah Allah ke kita. Jadi... Jangan hampa lagi yaa.. We have to be happy, we have to be encouraged to do good things. Never worries, after trying, give it up to Him.

Nah, setelah nulis-nulis ini, gue jadi ngeh lagi... Kenapa kita harus merasa hampa? Kenapa kita harus merasa sedih? Kenapa kita ngerasa ini biasa-biasa aja? Padahal udah banyak yang patut kita syukuri.

Hal paling sulit itu memang menjaga semangat, layaknya menjaga iman, supaya ngga mudah goyah, salah satunya kayak terserang hampa itu ya... Banyak-banyak bersyukur, banyak mengingat nikmat, dan banyak-banyak merasa kurang dalam hal positif, sehingga memicu kita untuk bisa terus berjuang dan istiqomah...

Wallahu'alam bishawab

Sabtu, 17 November 2018

Berhati-hati Dengan Celah dan Berupaya Dalam Kebaikan

Kenapa sih kita perlu berupaya selalu untuk mengisi aktivitas kita dengan kebaikan (walaupun saya akui, ngga semudah itu ya :p)? Kenapa kita harus belajar menjadi baik? Kenapa kita harus mencari ilmu-ilmu kebaikan? Emangnya sepenting itu ya? Emang kenapa kalau maunya gini, toh hidup tuh hidup gue. Pernah mikir gitu ngga? Jujur saya pernah... 🤪🤫.

Setelah menempuh hidup sekitar seperempat abad ini, saya menyadari bahwa pikiran kita, tubuh kita, ya intinya kita punya kecenderungan untuk mengalami kelembaman (kecenderungan semua benda fisik untuk menolak perubahan terhadap keadaan geraknya).
Jadi, kalau udah mager ya mager, kalau udah pingin rebel ya rebel, kalau udah kebiasaan negatif ya cenderung negatif, dsb. Padahal, sebenarnya kita bisa mengatur kelembaman negatif itu supaya tetap berada di koridor yang benar, tidak sempurna benar, tapi bisa mengarah ke situ.

Biasanya, kecenderungan kita (mengalami kelembaman) itu bermula dari satu kesempatan, kita merasa nyaman (yg negatif-negatif itu seringkali mengarah ke nyaman, enak, mudah, ngga perlu effort, dsb) dan akhirnya keterusan, lalu kemudian terlena.

Nah, kenapa pula bisa ada kesempatan negatif itu? Setelah mengamati, menjalani, dan mendengar dari berbagai sumber, yang saya pahami: munculnya kesempatan negatif itu ialah dari celah-celah yang ngga terisi dengan baik.

Ya, celah itu terkait dengan jarak, renggang, dan di antara. Lalu, apa yang dimaksud itu semua? Kenapa juga itu jadi penting dan baiknya diwaspadai?

Oke... Saya mencoba membaginya dalam dua contoh, dari segi positif - negatif dan dari sisi waktu.

Contoh pertama, pernah ngga kita naik kereta / kendaraan umum, atau mau duduk di suatu tempat dan ruang duduk yang tersisa hanya ada di antara dua orang? Kemungkinan besarnya kursi yang tersisa itu akan segera terisi kan..

Contoh kedua, pernah ngga, kita antri pesan di kasir fast food, lalu antrian sebelah terlihat lebih kosong dan secara reflek tubuh kita mengisi antrian yang lebih kosong, semacam terpikir, "wah ada celah nih, ya masuk ajalah". Semudah itu kita melihat celah dan mengisinya.

Sekarang, kemungkinan yang lebih terinci lagi. Ketika kita naik kereta, kita menjadi salah satu orang yang mengapit satu kursi kosong itu, kemungkinan yang mengisi kursi kosong itu ada dua, seseorang yang diam-diam aja, tenang-tenang aja (kita anggap sebagai orang yang tidak mengganggu), atau seseorang yang ternyata cukup membuat kita tidak nyaman, semisal orang itu membawa makanan berbau yang kita tidak suka atau orang itu tidur dan mengintervensi ruang duduk kita. Poinnya, celah yang masuk itu bisa positif dan bisa negatif.

Sementara, untuk contoh kedua, secara waktu, celah antrian akan terisi dengan cepat karena setiap orang akan reflek mengisi celah antrian yang lebih kosong. Poinnya, yang namanya celah itu sangat mudah untuk diisi.

Sekarang, coba dibayangkan apa jadinya ketika celah itu adalah waktu solat kita, dari mulai adzan sampai selesainya waktu solat itu, atau celah itu adalah waktu-waktu di antara waktu-waktu solat. Lalu, bayangkan juga celah itu adalah hubungan kita dengan sahabat kita, atau hubungan kita dengan pasangan kita (untuk yang udah punya :p), atau hubungan kita dengan orang tua kita. Dan bayangkan juga, jika celah itu adalah hati kita, hati kita bercelah, hati kita kosong.

Nah, di antara waktu-waktu solat, ada jeda aktivitas yang kita lakukan, seberapa cepat kita mampu mengisinya? Dan seberapa positif kah aktivitas yang kita lakulan di antara itu. Saya tidak muluk-muluk karena saya pun tidak sesempurna itu, saya masih belajar dan masih suka keliru. Tapi, saya sadari, di celah antara waktu-waktu solat itu banyak sekali godaan untuk melakukan hal yang tidak baik, menunda pekerjaan misalnya, bergosip, bermalas-malasan, dsb dsb. Begitu juga di antara adzan dan habisnya waktu solat, selalu ada celah kemungkinan untuk menunda solat hingga batas akhir, alhamdulillah jika tetap dilaksanakan, tapi sedih sekali jika tidak sampai waktunya.

Berikutnya, di antara hubungan antar manusia. Ketika komunikasi merenggang, jarak menguat, dan celah terbentuk, akan ada banyak kemungkinan prasangka-prasangka yang tidak perlu tetapi tetap muncul di kepala. Akan ada gap dan celah untuk enggan memulai lagi, gengsi ah, atau mulai merasa tidak nyaman, dsb. Apa jadinya jika itu berlanjut? Tentunya suatu hubungan yang terjalin bisa tidak semulus pada awalnya, atau bahkan celah itu bisa terisi oleh yang lain, ya kan?

Nah, lalu, bagaimana kalau celah itu juga ada di hati kita? Ruang kosong itu jika tidak terisi kebaikan ya maka akan terisi keburukan. Jika tidak diisi oleh iman, lalu akan diisi dengan apa? Jika tidak diisi dengan rasa kasih sayang, lalu akan diisi dengan apa? Jika tidak kita kontrol untuk diberi asupan positif, maka akan terisi dengan apa? Cukup mengerikan jika celah hati kita disalip oleh sesuatu yang bukan iman. Sementara, dikatakan nikmat paling dibutuhkan adalah nikmat iman. Cukup mengerikan jika hati bercelah, tidak dimasuki lagi oleh iman, atau nikmat iman kita dicabut seketika. Akan bagaimanakah nasib kita di dunia dan di akhirat kelak? Naudzubillah himinzalik.

Satu-satunya upaya mengantisipasi hal-hal negatif menyisip di semua celah hidup kita adalah dengan tetap berupaya mengisi celah-celah itu dengan hal-hal positif. Tidak ada yang tau dan tidak ada yang menjamin bahwa celah-celah hidup kita akan selalu terisi dengan kebaikan, kecuali kita memang mengisinya dengan kebaikan.

Jadi, dari keterkaitan itulah saya memahami bahwa penting sekali untuk mewaspadai celah-celah di hidup kita dan penting sekali untuk tetap berusaha dan memaksa diri kita mencari dan mengarahkannya pada kebaikan. Karena kalau bukan diri kita sendiri, siapa lagi yang bisa memaksa kita untuk ke arah kebaikan?

Wallahu'alam bishawab.

Jumat, 16 November 2018

Kejutan Baik vs Kekecewaan

Mendingan dapat kejutan baik, daripada dapat kekecewaan...

Pernah ngga dapat sesuatu tiba-tiba / dapat free beli 1 gratis 1 tanpa sengaja / ketemu seeorang yg udah lama ngga ketemu (padahal pingin ketemu) secara ngga sengaja / dimudahkan di suatu hal secara ngga direncanakan / dapet kesempatan ke suatu tmpat tanpa kita duga bakal bisa ke sana, dsb dsb.

Berasa dikasih surprised ngga sih sama Yang Maha Kuasa?

Nah, apa di saat-saat itu kita berekspektasi? Apa di saat-saat itu kita udah tahu kalau bakal dapat kebaikan ini dan kebaikan itu? Jawabannya kmgknan besar ngga ya...

Di situlah kadang-kadang saya ngerasa kesentil, semacam ditunjukan kalau Allah itu selalu punya cara terbaik dan (seringkali) rahasia untuk memberikan sesuatu, tanpa kita duga-duga. Yang diduga-duga tuh biasanya malah entah ngga tau ujungnya ke mana.

Iya...

Kenapa seringkali beberapa org (termasuk kita, mungkin) berekspektasi ini dan itu, berharap ini dan itu, berkeinginan ini dan itu, menentukan ini dan itu, harus begini dan harus begitu.

Memangnya, siapa kita berhak menentukan ini dan itu? Kenapa kita harus begini dan kenapa kita harus begitu? Kenapa kita menuntut ini dan menuntut itu? Bukankah udah ada yg Maha Mengatur?

Bukankah kewajiban kita itu berusaha ya, selebihnya itu adalah ridho Allah, kasih sayang Allah ke kita, kebaikan Allah ke kita. Kenapa kita hrs berharap lebih pada apa-apa yg ngga perlu kita jadikan tmpat berharap, kenapa kita harus berharap lebih pada rencana kita padahal ada yang Maha Berhak menentukan. Kenapa kita hrs kecewa hanya karena perihal yang kita pikirkan dan harapkan, itu toh hanya sekedar pikiran kita, bukan ketetapan akhirnya.

Dari situ saya terpikir, pada kenyataannya, memusatkan diri pada "here and now" terasa lebih nyata dan lebih mudah dilakukan. Memusatkan diri pada apa-apa yg bisa kita lakukan dalam langkah-langkah walaupun kecil tp berkelanjutan terasa lebih nyata dibandingkan ekspektasi-ekspektasi yang berlebihan.

Sementara, kita tahu sendiri bahwa ekspektasi erat kaitannya dengan kekecewaan dan kekecewaan itu di mana-mana rasanya nyelekit bukan. Jadi, ya lebih baik dpt kejutan (baik) dengan mengurangi harapan / ekspektasi tinggi daripada dapat kekecewaan 😁.

Dari itu semua, sebenarnya kita berhak memilih untuk berekspektasi dan siap menghadapi kekecewaan, atau mengurangi ekspektasi dan berserah diri serta bersyukur dan tidak berharap selain kepada Allah, setelah kita berupaya.

Kita juga berhak memilih untuk bersyukur atau kecewa, selayaknya kita memilih untuk bahagia dibandingkan sedih, dan selayaknya kita memilih mencintai atau membenci. Semoga kita selalu diberikan petunjuk oleh Allah untuk memiliki pikiran positif dan meraih kejutan-kejutan baik itu. Aamiin...

#try to be more positive thinking, do more, less expectation, and less complain
#wallahu'alam bishawab

Jumat, 07 September 2018

See You on Top

Hari ini hari Minggu...

Seperti beberapa hari lalu, langit hari ini masih cerah. Warnanya biru menenangkan, tidak ada awan pekat, hanya semburat-semburat putihnya saja yang sesekali terlihat mengoles langit. Matahari pun seperti tak mau kalah tampil, tetap pada kedudukannya yang tak tertutup awan. Bisa dibilang hari ini cerah dan terik.

Tadi pagi pun tak ada mendung yang merundung di atas tempat kuberdiri. Seperti biasa, pagi itu aku berdiri mengarah pada rooftop di seberang sana. Kulihat Lani, tetangga Binar sedang asyik menyiram bunga. Ia mengamati satu-satu bunga yang ditanam di pot di atas rooftop itu. Kulihat ada mawar, anyelir, anggrek, juga asoka. Gemericik air siramannya hanya terdengar samar-samar, tapi aku suka. Gemericik itu sedikit kalah dengan bunyi sapu yang dimainkan petugas kebersihan yang sedang menyapu jalanan. Sesekali juga terdengar bunyi kicauan burung yang mematuk-matuk lantai di mana aku berada, entah apa yang dia cari, yang jelas bunyi itu sedikit mengalahkan bunyi gemericik yang kusuka itu.

Bunyi gemericik itu juga sedikit kalah dengan bunyi bel sepeda tukang koran yang mengantarkan koran ayah pagi itu dan juga majalah kesukaan Binar, majalah bola yang kutahu, karena ia suka membacanya di depanku.

Beberapa menit kemudian, kulihat Lani menutup keran, digulungnya selang yang tadi ia gunakan untuk menyiram tanaman. Kalau saja aku berada di tempat Lani berdiri sekarang, mungkin aku akan mencium aroma basah yang menyegarkan dan hawa lembab yang segera hilang karena matahari yang mulai meninggi.

Lani dan bunga-bunganya. Bergitu menyenangkan melihatnya. Bunga-bunga itu tumbuh merekah dengan warna-warna menarik, semacam menjadi aksen di depan hamparan langit biru yang kulihat. Aku jatuh cinta pada keindahan itu.

****

Minggu, 19 Agustus 2018

Someone We Have to Please

People can not please everyone, because the one they need and they have to please is Allah, the God of this universe

Alhamdulillah

Alhamdulillah means
'All praise is due to Allah alone' 
or
'Segala puji adalah milik Allah'

Minggu, 03 Juni 2018

More Than Just Anything

Someday, maybe there's a day when you don't want to think about that but you have to, you don't want to do that but you have to, you feel tired but you have to wake up, you don't suffered with it but you have to understand it.

And it is called more than just sacrifice, compliance, compassion, and what else. And I see it from a mother (my older sister) who's her toddler got sick and tantrum by the sick. And it just remember me what i've done along ago when I was tantrum and what my mom had done, too (melting). Just impressed with her (mom) once again...

It just another melting moment beside when I saw my older sister struggled in emergency at night waited for her time to give birth her child. The next morning I saw her still struggled too, but she already in VK room, waited for the moment. Actually I just would to visit her, but infact that was the moment. It was the first time for me seeing (in front of me) someone struggled, waited for giving birth her child.

The moment later, after I saw her in VK room, and my mom said I had to call my older sister's husband (to accompanied my sister and see the moment), I just go outside and shocked. I've never seen my older sister been like that before (i can't describe this situation, her expression, the situation is just like the pain more than we can imagine, you just can feel it when you see it, I think. I can't describe it in words).

It came dhuhur pray time when my sister still struggled. I came to mushola done a prayer and suddenly, my tears drop unconsciously. I just saw a power of a mother wanna be. I can't describe my feeling. It showed me how tough is a mother and that is why we have to love love love her a lot.

Selasa, 24 April 2018

Writing Exercise Task 2

Question:
In some countries, small town-centre shops are out of business because people are driving to large out-of-town stores. As a result, people without cars have limit access to shops, so more and more people buy cars. Do you think the disadvantages of this development outweigh the advantages?

Answer:
Small town-centre shops in some countries are closed since people prefer to visit bigger store in out-of-town by driving. It gives a condition for people who do not have private car difficult going to shops. The consequncy is the purchasing of cars will increase. By the situation, there are some disadvantages and advantages for people who live in town and who live in out-of-town.

The disadvantages of the situation are firstly, many people in town will spend more money because they have to take a trip to out-of town. Secondly, the more people use car, the more air pollution created in the air. The third one is the situation will make the center of town become quiet and it can increase the criminalism because of not so many people walk around the town-center for just sight-seeing or greet each other. The last one, out-of-town will become more crowded and not enjoy to be live in.

Meanwhile, in my opinion, the advantages by this development are just two. Firstly, people in town-centre will get refreshed because they make trip to the out-of-town. Secondly, the shop in out-of-town will rise the purchasing of their materials. It also will happen to the car seller because many people will buy cars. It gives advantages just in personally.

In conclusion, by the opinions stated above, I think the disadvantages are bigger than the advantages when people always go out-of-town to shops.

Rabu, 18 April 2018

Writing Exercise Task 1 (3)

The pie chart illustrates major factors that make agricultural land productivity decrease. While, the table describes the affection of the causes in North America, Europe, and Oceania along 1990s.

Overall, the reasons of the worldwide lack of agricultural land were because of over-grazing for 35%,deforestation for 30%, over-cultivation for 28%, and 7% because of other causes. Those happened in 1990s with the highest total rate of degraded land was in Europe, followed by Oceania, then North America.

In North America, the most reason of land reduction was over-cultivation, the second was over-grazing, and the last was deforestation. The total land degraded was 5%.

A little bit higher than North America land degradation rate was in Oceania that reached 13% with the most causes were over-grazing, then deforestation. Over-cultivation did not become a reason of land degraded in this area.

Moreover, Europe total lack of agricultural land was the highest rate than the others. It rose 23% with the main cause was because of deforestation. Meanwhile, over-cultivation and over-grazing were the second and third reason. They both rate higher than in North America and Oceania.

Selasa, 17 April 2018

Writing Exercise Task 1 (2)

The maps illustrate West Park Secondary School and its surrounding layout that gradually changed in 1950, 1980, and 2010. The layout changes indicate the different kind of the spaces functioned.

Overall, the main road, school, and its playground were still located on the same location for years. Meanwhile, the houses and farmland were gradually changed into car park, science block, and sports field.

In 1950, the land was used for school, playground, farmland, houses, completed with main road. But, in 1980, the houses changed into car park and science block. While, the farmland became sports field, located beside the playground.

In 2010, the car park area expanded to the area of sports field before. Then, the sports field was located on part of playground area. Therefore, playground area became smaller than before. Moreover, the science block, school, and main road were still on the same location as seen in 1980 layout.

Writing Exercise Task 1

The bar chart illustrates the top five mobile phone brands varied number of units sold in global market and compared in 2009, 2011, and 2013. The five brands are Samsung, Apple, Nokia, LG, and ZTE.

Overall, Samsung and Nokia were the highest position number in units sold, while, ZTE became mostly the lowest units sold in those three years.

In 2009, the highest global sales rate was Nokia, reached over 400 milllions units sold. It was followed by Samsung, LG, ZTE, and the lowest was Apple with the global sales rate was a far below 100 millions units sold.

In 2011, the order of the highest and the lowest global sales rate were similar. But, it is clear that global sales rate of Samsung, Apple, and ZTE increased, meanwhile Nokia and LG decreased smoothly.

In 2013, the top of global sales rate was Samsung that reached over 400 millions units sold, overtaking Nokia that was in the second position of the rate. They were followed by Apple, LG, and the last ZTE with the rate was below 100millions units sold.

Rabu, 11 April 2018

Writing Exercise H-23

Question:
Scientists say we eat too much junk food and that is harmful to our health. Some people believe the answer to this question lies with education, but others argue education is useless.

Discuss both views and give your opinion.

Answer:
It is true that when we eat too much junk food, it will be not good to our health. Most scientists clarify this issue as a fact. Some people know the case and keep their health by reduce the consumption of junk food. Meanwhile, the others do not do the same thing.

Nowadays, government and most scientists or health practitioners try to encourage people to mitigate eat junk food by giving knowledge to everyone for this health important issue. For example, they deliver the message in some articles, news, social media, and also public advertisement. In my opinion, those kind of movement are good things to remain people aware with this fact. Because the message spreads everywhere, many people,  who do not know the fact before, will conscious to their activity in consuming junk food.

In other hand, I argue that the attempt to educate people is not most the effective way to get people attach to this case. Many people seems to still like eat junk food uncontrolled, eventhough they see the possibly following effect. In my view, it depends on people self awareness to become healthy. People need to come out with their own mind and improve self awarness to reduce junk food consumption.

In conclusion, I argue that government, scientists, or health practitioners should keep giving education to people to not consuming junk food in exceed. However, it is obvious that the education will not be effective if people do not come out with their mind in enhance their health awarness.

Selasa, 10 April 2018

Writing Exercise H-24

Question:
Families who send their children to private school should not be required to pay taxes that support the state education system.

To what extent do you agree or disagree with this statement?

Answer:
Parents who are their children entrance a non-public schools have not an obligation to pay taxes that encourage the state education system. This statement is still in pro and contra.

In my opinion, I do not agree with the statement because of some reasons. For the first, the condition will make government difficult to calculate the tax reduction. The amount of taxes paid to government will decrease since only people who send their children to public school that take part to remunerate the tax. Therefore, the government have to re-calculate the portion of taxes charged.

The second one, as a good citizen, we should all be happy to contribute to public services. Take part for paying the tax, eventhough we are not incharge for public field, is a provement of enthusiasm in developing our nation.

Moreover, if the situation were happened as stated above, inequality will appear in social sector. The poorer would remunerate more tax than wealthy people and it will enhance injustice condition.

For the reasons mentioned above, it seems to me that the family who deliver their children to non-public school are still required to pay taxes for the sake of state education system improvement.

Senin, 09 April 2018

Writing Exercise H-25

Question: Advances in technology and automation have reduced the need for manual labour. Therefore, working hours should be reduced. To what extent do you agree?

Answer:
Improving high-end technology and automation in industrial world can decrease the demand of human labour activities. It is significantly, may reduce the working hour of human labour.

In my opinion, I agree that the technology and automation can cut the duration of production in industrial daily works. However, I also believe that human labour is still needed.

Machines are made by people to help them finishing their tasks. Some of them made in orther the human tasks easily been done in a limit of time. Nowadays, industrial field developing their technology and automation to make the production becomes more effective and efficient. Therefore, many of them prefer to change their manual labour activity to machinery as automatic work. All those situations can cut the production cost, duration, and energy. They have not to pay human salary regularly, as before. It can improve the profit of the industrial field.

In other hand, I think industrial production still need human labour. Machines, actually, are made by human. Eventhough the machines automatically can finish the tasks, they still need human creation behind. They need to be maintained by people, as simple as to be set, controlled, turned on, and turned off. Those facts make automation can not automatically changes human activity. Human need automation but automation need human.

For the reasons mentioned above, it seems to me that automation can take part of human labour. It can make human task become more effective and efficient. However, automation can not easily change the need of human labour. It is still needed but in different way, to control, maintain, and stay behind the operation of the machines. So, I think working hour is not easily been cut because of the automation.

Sabtu, 29 April 2017

Waktu Matahari Sepenggalahan Naik

Demi waktu duha (ketika matahari naik sepenggalah),

dan demi malam apabila telah sunyi,

Tuhanmu tidak meninggalkan engkau (Muhammad) dan tidak (pula) membencimu,

dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang permulaan.

Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas.

Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungi(mu).

Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk.

Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.

Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang.

Dan terhadap orang yang meminta-minta, janganlah engkau menghardik(nya).

Dan terhadap Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur)

:)

Minggu, 23 April 2017

Dengan Menyebut Nama Allah

Selalu suka lagu ini, terutama di kala lelah dan entah ke mana...

"Dengan menyebut nama Allah...
Jalani hidupmu, yakinkan niatmu, jangan pernah ragu..

Dengan menyebut nama Allah...
Bulatkan tekadmu, menempuh nasibmu, ke mana pun menuju..

Serahkanlah hidup dan matimu,
Serahkan pada Allah semata,
Serahkan duka gembiramu..
Agar damai senantiasa hatimu"

Kamis, 06 April 2017

Mungkin..

Mungkin kita terlahir untuk kuat..
Untuk menghadapi rintangan tanpa peluh..

Mungkin kita terlahir untuk siaga..
Untuk menghadapi rintangan dengan tegap..

Mungkin kita terlahir untuk siap..
Untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang tak tentu..

Mungkin kita terlahir untuk mampu..
Untuk menghadapi lika-liku hidup yang rasanya selalu ada..

Mungkin kita terlahir untuk diam..
Untuk merenungi bahwa apa yang kita hadapi begitu berarti untuk kita..
Untuk merenungi bahwa, sekilas saja segala hal bisa berlalu..

Dan mungkin, dengan begitu, dengan segala dinamikanya, kita terlahir untuk hidup..

Karena Allah... | Pengingat

Inna sholati, wanusuki, wamahyaya, wamahmati, lillahirabbil'alamin...

"Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.."

- Al An'aam (162)

Senin, 13 Maret 2017

What a Wonderful Monday

There is one day, you hear much information for just a while, in a second, and you have to think hard in a short time, and you have to do it all peoperly, and feel something like just  wanna say "what???" And you suddenly got headache, then you realize oh it's a wonderful monday
Then stop it! Say astaghfirullah and sabaaar sabaar...

Senin, 27 Februari 2017

Kita, yang terbutakan

Lihatlah apa yang kau lihat,
Apa itu sebenar-benarnya penglihatanmu?

Lihatlah apa yang kau lihat,
Adakah rasa ragu dalam hatimu?

Lihatlah apa yang kau lihat,
Bagaimana sesuatu yang tidak indah menjadi indah, dan sesuatu yang indah menjadi lebih indah...

Ah, mungkin kita terbutakan, atau kita salah lihat?
Kadang, ada sesuatu yang orang bilang biasa saja, tapi menurut kita itu menakjubkan. Ada sesuatu yang kita rasa itu aneh, menurut orang lain itu menyenangkan.

Melihat sesuatu yang indah itu nikmat bukan? Merasakan sesuatu yang menyenangkan itu juga nikmat bukan? Dan mata kita mungkin terbutakan oleh kuasaNya dalam memberi kita nikmat, dalam menutupi kekurangan, dan dalam menyembunyikan keburukan.

Kita tidak pernah tahu pasti yang menurut kita buruk ternyata bisa baik untuk kita, dan yang terlihat baik bisa jadi buruk untuk kita. Wallahu'alam

Rabu, 15 Februari 2017

A Little Creation to Boost the Mood


Random bikin ini pakai cat air. Terus dikirim ke mamah, papah, teteh yang sedang berjuang tesis, dan rekan-rekan sejawat (fath, nupi, widya, dan geng Akaruma). Responnya macem-macem, tapi semua positif dan pada senang :")). Terus jadi ikut senang.

Terkadang kejutan kecil yang kita buat secara random bisa bermanfaat untuk orang-orang sekitar. Hamdalah :)


Minggu, 25 Desember 2016

Tentang Pertemuan

Kata orang dunia itu luas. Katanya, ada orang yang pernah keliling dunia, apa iya? Menurutku, bumi terlalu luas, jagad raya juga terlalu luas, ya bagiku.

Kata orang, dunia itu luas. Kenalan satu-satu sama semua orang juga gak tahu kapan selesainya.
"Kenalin ini namanya anu, kalo yang ini inu, kalo yang itu ono." Dan nama-nama itu buyar hanya dalam hitungan detik.
"Eee.. maaf siapa tadi namanya?" .... "oh iya maaf ya saya lupa." Bumi udah jadi lautan manusia, saking luasnya dan tersebarnya orang di mana-mana.

Tapi ada yang bilang, dunia itu sempit.
"Ooh, ternyata si ini itu sodara kamu."
Atau
"Kenal si anu gak?", "wah dia kan yang ini itu ini itu, kenal juga toh."
Atau,
tiba-tiba ketemu teman lama "Eeh, apa kabar? Bisa aja ya ketemu di sini..tiap hari lewat sini? Kok baru ketemunya sekarang ya.." dst dst.

Kadang terasa lucu...
Serasa dapet kejutan dari yang di atas. Entah skenario apa yang sedang direncanakan, aku tak tahu. Lucunya lagi, kadang pertemuan itu bermakna tapi kadang berlalu begitu saja. Entah apa lagi skenarionya.

Tapi seringkali pertemuan itu menyenangkan, melatih otak kita untuk mengambil rekamannya yang entah tersimpan di laci memori yang mana, membuka siluet buramnya, hingga melintas sebuah nama "oh ya ampun lu anu kan? Alhamdulillah gue masih inget!" atau
melatih otak kita untuk mengambil secarik memori kosong dan tinta rekaman untuk mencatat 'namanya si anu' lalu mulai mengenali dan memahami tutur, perangai dan tingkah lakunya.

Ah, pertemuan... Entah itu bermakna atau tidak, kurasa itu bukan kebetulan.
Mungkin Ia ingin kita melihat sesuatu / memahami hikmah dari pertemuan itu.
Mungkin Ia ingin membukakan mata hati kita.
Mungkin Ia ingin memberikan kita teman, sahabat, atau rekan sebagai pelipur.
Mungkin Ia ingin kita belajar.
Mungkin... Ya hanya mungkin.
Tapi dari situlah aku memahami bahwa tangan-tanganNya bekerja, mengatur satu dan lain hal, hingga hal sekecil pertemuan di duniaNya yang sangat luas 😊.

Wallahua'lam bish shawab

Jumat, 28 Oktober 2016

Proses dan Niat

Uniknya melihat satu rangkaian proses adalah tidak hanya sekedar melihat hasilnya saja, tapi juga mencermati apa yang membuat hasil bisa menjadi "hasil".

Kalau kata seorang sahabat, contohnga seperti seorang arsitek yang ingin membuat usaha konsultan arsitek, bukan semata-mata hasil akhirnya saja yang dilihat...

karena ternyata 1 tarikan garis awal dia mendesain, bisa menjadi langkah jitu menuju tahap-tahap berikutnya...

dan karena mengawali terkadang lebih sulit daripada mengakhiri.

Untuk itu mungkin kita perlu ingat-ingat dengan apa kita mengawali sesuatu agar kita tahu bagaimana suatu hasil dapat menjadi "hasil".

Dan... Apa bagian terdahsyat dari sebuah awalan itu? Katanya...: Niat.

Rabu, 12 Oktober 2016

Di Kala Dirimu Letih Berupaya

Di setiap pekerjaan ada ibadah,
Di setiap upaya itu ada ibadah,
Di setiap ikhtiar itu ada ibadah,
Dsetiap pekerjaan, upaya, ikhtiar itu ada berkah, ada pahala

Kerja, upaya, ikhtiar, bukanlah pencarian materi belaka,
bukan pula pencarian pengalaman duniawi semata.

Kerja itu adalah ibadah kita, rasa syukur kita kepada yang Kuasa bahwa kita mampu bermanfaat,
bahwa kita mampu memaksimalkan potensi kita,
bahwa kita mampu bersyukur dengan berbagai nikmat, tak hanya gaji, tapi juga kerabat, pengalaman, ilmu, kesehatan, untuk menjalani itu semua dan masih banyak banyak banyak lagi.

Minggu, 09 Oktober 2016

Karena Hujan tak Pernah Berkata

Hujan tak pernah bertanya, "apakah kau sedia payung sebelum ia datang"?

Hujan juga tak pernah pamit untuk izin undur diri, ia tak pernah bertanya, "apa sudah cukup air di bumi?"

Hujan tak pernah bilang-bilang untuk singgah dan berlalu, ia tak pernah cerita kapan rekannya kilat dan guruh akan datang.

Hujan menjadi satu anugerah tak terduga untukku, untukmu, dan untuk bumi kita.

"Ya Allah, turunkanlah kepada kami hujan yang bermanfaat." Aamiin...