Seorang pemuda mungkin bekerja karena cita-citanya, mimpinya, kegemarannya, nama baiknya, dan juga seringkali demi orang tuanya
Namun, seorang ayah / ibu mungkin bekerja karena ia tahu ia punya cinta dan tanggung jawab terhadap timnya (keluarganya), harapan buah hatinya, dan harapan surganya (orang tua)
Kalimat di atas hanyalah sepenggal pemikiran yang terbersit ketika aku merasakan kenapa aku bekerja. Jujur bekerja itu bukanlah sebuah hal yang mudah. Saat pertama kali aku akan masuk kerja dan memilih satu di antara dua lowongan yang menerimaku dan hampir menerimaku ada keresahan tersendiri dan pertanyaan terselubung 'untuk apakah aku bekerja?' 'kenapa aku harus bekerja?' Klise sekali ketika jawabannya adalah karena uang. Kita paham bahwa setiap orang bekerja tentu karena mencari nafkah. Tapi ada hal lain yang cukup mengganjal yang saat itu mungkin akan membawaku lebih memaknai dan menghargai apa yang kukerjakan. Waktu itu aku hanya berpikir bahwa aku bekerja karena mencari keberkahan, mencari nafkah, dan menjaga manfaat ilmu terutama dalam pendidikan formal yang tentunya udah susah payah kuperoleh dari umur 4 tahun hingga umur 22 tahun. Kurang lebih 19 tahun itu kuhabiskan. Lebih dari separuh umurku saat ini.
Masuk di lingkungan kerja pertama kali, tentunya ada rasa kepuasan tersendiri, siapa sih yang ngga percaya diri abis nunggu berhari-hari berbulan-bulan tiba-tiba dipanggil untuk interview... Ya, abis bekerja pagi hingga malam berhari-hari dapet uang di akhir bulan, bisa membeli beberapa barang dengan jerih payah keringat sendiri dan mengatur keuangan sendiri, suatu bentuk lain dari menuju pendewasaan. Tadinya sempat berpikir bahwa oke, aku udah settle di sini tapi kurasa tidak. Ada passion lain yang rasanya ingin kukejar. Setelah membaca beberapa artikel, kurasa itu hal yang wajar bagi seorang yang berusia 23 tahun. Ya bekerj itu tidak mudah, apalagi kalau ini adalah pekerjaan resmi kita. Kenyataannya bekerja itu memang keras. Kita akan bertemu dengan orang-orang yang memiliki karakter berbeda-beda, sifat-sifat yang unik. Kita akan dihadapkan pada suatu keheranan 'ko bisa ada orang kayak gini?' Tapi kita harus bekerja dengan mereka. Ada juga keheranan dan kebosanan ketika harus mengerjakan hal yang tidak kita sukai, tapi itu tanggung jawab kita, kalau udah kayak gitu rasanya pingin nyebur ke kolam renang dan refreshing haha... Tapi heran ngga heran apa yang bertemu dengan kita itu adalah request by yang di atas.
Aku sendiri seringkali merasa kompleksitas pekerjaan membuatku ingin menyerah saja, melempar kertas-kertas tugas, berlari keluar kantor dan melambai pada kertas kontrak yang pernah ditandatangani. Tapi jujur demi nama baik, tantangan konsistensi diri, dan belajar tanggung jawab aku mencoba untuk bertahan setidaknya dalam beberapa waktu. Kadang berpikir jangan-jangan ini hanya kemauan sesaatku. Haa... Hasutan-hasutan yang seringkali membuat kita jadi bimbang.
Tapi sekali lagi aku berpikir bahwa
Bekerja itu tidak ada yang mudah, pasti ada tantangannya, sekalipun pekerjaan itu sesuai passion. Tapi terkadang situasi dan status membuat kita berpikir lain. Dulu waktu kecil, ngga habis pikir ko sewaktu-waktu ayahku lembuuur terus, padahal mungkin itu adalah wujud teladannya dlm bertanggung jawab pada pekerjaannya. Dulu ngga habis pikir juga kenapa ayah mau dipindah2 tugas lintas kota, ibuku rela ikut pindah2 sibuk packing tiap pindah dan mereka jauh dr org tuanya sndiri yg kian lama kian sepuh, akupun sampai hrs beradaptasi di 4 SD berbeda di 4 kota yg berbeda, padahal itu mungkin wujud komitmennya dalam bekerja dan memenuhi amanatnya sbg ayah. Dulu ngga habis pikir, si papah 3 tahun rela ngerantau sendiri di pulau lain sementara istri dan anak2nya sekolah di jakarta, apalagi yah kalo bukan demi kehidupan anak-anak dan istrinya. Kenapa sanggup bertahan di satu institusi bertahun-tahun. Satu pengorbanan yg tak terkira, rela keluar dari zona nyamannya demi orang lain. Sekarang ngerasain sendiri bahwa realita kehidupan kerja tak semudah yg dibayangkan.
Ya, inilah salah satu pemikiran kompleksku di 23 tahun hidupku ini. Mungkin berbeda dengan pemikiran seorang ayah yang lebih rela menahan keluhnya saat bekerja karena ia tahu bahwa demi cintanya, ibadahnya, keluarganya, tanggung jawabnya ia harus bekerja. Atau seorang ibu yang bekerja / menjadi ibu rumah tangga, seringkali meninggalkan zona nyamannya, mungkin karena ia tahu, betapa betapa berartinya keluarganya.
Sampai pada titik ini, kita memang berhak memilih yg menurut kita terlihat menyenangkan, apakah ingin bekerja pada satu institusi, bekerja sesuai passion kita, bekerja membangun usaha sendiri, ataukah pure menjadi ibu rumah tangga (utk wanita). Tapi ingat bahwa tak semudah itu keluar-masuk pekerjaan, tak semudah itu melepaskan satu pekerjaan dan membangun start up sndiri. Tak semudah itu mengatur rezeki kita. Keluar dr satu pekerjaan demi passion kita tidaklah salah, begitu pula bertahan pada satu pekerjaan demi hal lain seperti keluarga jg tidaklah salah. Tapi ingat bahwa setiap pilihan ada risikonya, setiap pilihan ada konsekuensinya. Semuanya kembali ke diri kita, dengan risiko dan konsekuensi manakah kita siap berdamai?