Dua hari yang lalu, 18 Juni 2014, sehari sebelumnya aku sudah meminta didoakan oleh eyang, restu orang tua, kakak, saudara, teman-teman juga tak lupa tentunya berdoa kepada Allah SWT supaya sidangku lancar dan berjalan dengan baik. Hari itu, 18 Juni 2014, sidang skripsiku berlangsung, 13.38-13.48 dimulai dengan prsentasiku.
Entah kenapa bukan dag dig dug yang dirasakan tapi suatu ketegangan untuk mencoba tenang. Sepuluh menit untuk presentasi berlalu, dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Dimulai dari salah satu penguji, lalu menjawab pertanyaan. Dilanjutkan dengan pertanyaan penguji lainnya, lalu mencoba menjawab lagi. Tiba-tiba berkelit, berpikir dalam detik-detik yang cukup menegangkan. Berpikir ulang apa yang sudah kutulis dan kupikirkan, benar tidak ya? nano-nano rasanya. Tidak sempat berpikir sudah menit keberapa saat itu. Tapi entah kenapa tidak terlalu terasa lama daan.... akhirnyaa. Selesai juga sesi sidang itu dengan berbagai catatan-catatan dan memori yang merekam pertanyaan dan masukan-masukan yang sesegera mungkin kuingat kembali dan kucatat. Fyuuh... dalam detik-detik berakhirnya sidang itu 'Asa bucat bisul' kalau kata Fadila Aliqa, kelegaan yang tak tergambarkan.
Tapi selain hal-hal menegangkan di atas, serunya lagi setelah sidang berlangsung. Kita, bisa bertemu teman-teman di luar, foto-foto bareng, dikasih ini itu, dan salam sana sini yang memang merupakan momen yang nggak tahu kapan lagi terjadinya.
It's all about friendships, something that we won't have in a short time, it takes years. Sometimes it felt so fast, but it very worthy indeed. A happy moment that we don't know when it will happen again. Hopefully we all could pass it in a good way friends,architecture UI 2010 for the graduation at the same time in this 2014 August. Aamiiin..
Sayangnya akhir sidang itu memang belum akhir, perjuangan akan dilanjutkan
dengan revisi dengan deadline seminggu setelahnya. It means that today
is five left days. Ok, ayo semangaaaat!!!
Jumat, 20 Juni 2014
Rabu, 04 Juni 2014
Mewadahi Sekaligus Mendidik
Tulisan ini dibuat di tengah-tengah persiapan sidang skripsi dan deadline pengumpulan tugas akhir mata kuliah anatomi ruang. Tulisan ini juga dibuat dengan berbagai pemikiran dan pemahamanku tentang arsitektur setelah hampir empat tahun berkenalan dengan dunia ini.
Tugas akhir anatomi ruang ini cukup unik dan menantang sebenarnya. Aku dan teman-teman satu kelas diberikan tugas merancang salah satu bagian ruang dari SLB (Sekolah Luar Biasa). Sekolahnya benar-benar ada dan kami pun harus survey ke lokasi dan melihat langsung keseharian anggota atau penghuni SLB tersebut.
Baiklah, anak-anak yang bersekolah di SLB ini sebagian merupakan anak-anak yang mengidap autisme, sebagian lagi anak-anak tuna grahita, tuna rungu, tuna daksa, dan tuna netra. Di sini, aku tidak akan membicarakan tugasnya ataupun psikologi pengidap kasus-kasus tersebut, melainkan pentingnya mengetahui untuk siapa kita merancang.
Pengidap kasus-kasus tersebut, tidak bisa dipungkiri adanya. Tetap memerlukan perjuangan hidup, keseharian, kehidupan, dan sebagainya. Mendapat tugas ini membuatku berpikir bahwa arsitektur tidak hanya mempelajari orang-orang awam dan kebiasaan orang-orang pada umumnya. Ada yang lain yang juga membutuhkan arsitektur untuk menjalani kebutuhan hidupnya secara lebih baik lagi.
Pengidap autisme tidak bisa disamakan dengan orang awam, begitu pula pengidap kasus lainnya. Antar kasus pun tidak bisa disamakan. Nah, inilah tantangannya. Dunia itu satu, tapi diisi oleh beragam macam manusia dengan berbagai kebutuhan, baik kebutuhan mayoritas maupun kebutuhan minoritas (yang sering pada umumnya disebut berkebutuhan khusus).
Membuat sebuah desain yang dapat digunakan oleh berbagai macam kalangan bukanlah hal yang mudah. Setiap orang memiliki kebutuhan ruang yang berbeda. Di sisi lain, arsitektur bukanlah hanya sekedar wadah. Arsitektur bukan sekedar tempat biasa yang diisi oleh orang-orang yang beraktivitas semaunya. Arsitektur bisa mendidik melalui ruang-ruang yang terbentuk di dalam dan luarnya. Inilah tantangan sesungguhnya. Seperti yang sudah diungkapkan sebelumnya, membuat desain untuk berbagai kalangan dan kebutuhan itu tidak mudah dan ditambah membuat desain yang mendidik bagi masing-masing kalangan tidak juga mudah. Walaupun demikian, menurutku itu menyenangkan dan sangat penting. Itulah salah satu peran perancang dan arsitektur. Membuat ruang yang mewadahi sekaligus mendidik. hmm... Semoga aku bisaa..
Tugas akhir anatomi ruang ini cukup unik dan menantang sebenarnya. Aku dan teman-teman satu kelas diberikan tugas merancang salah satu bagian ruang dari SLB (Sekolah Luar Biasa). Sekolahnya benar-benar ada dan kami pun harus survey ke lokasi dan melihat langsung keseharian anggota atau penghuni SLB tersebut.
Baiklah, anak-anak yang bersekolah di SLB ini sebagian merupakan anak-anak yang mengidap autisme, sebagian lagi anak-anak tuna grahita, tuna rungu, tuna daksa, dan tuna netra. Di sini, aku tidak akan membicarakan tugasnya ataupun psikologi pengidap kasus-kasus tersebut, melainkan pentingnya mengetahui untuk siapa kita merancang.
Pengidap kasus-kasus tersebut, tidak bisa dipungkiri adanya. Tetap memerlukan perjuangan hidup, keseharian, kehidupan, dan sebagainya. Mendapat tugas ini membuatku berpikir bahwa arsitektur tidak hanya mempelajari orang-orang awam dan kebiasaan orang-orang pada umumnya. Ada yang lain yang juga membutuhkan arsitektur untuk menjalani kebutuhan hidupnya secara lebih baik lagi.
Pengidap autisme tidak bisa disamakan dengan orang awam, begitu pula pengidap kasus lainnya. Antar kasus pun tidak bisa disamakan. Nah, inilah tantangannya. Dunia itu satu, tapi diisi oleh beragam macam manusia dengan berbagai kebutuhan, baik kebutuhan mayoritas maupun kebutuhan minoritas (yang sering pada umumnya disebut berkebutuhan khusus).
Membuat sebuah desain yang dapat digunakan oleh berbagai macam kalangan bukanlah hal yang mudah. Setiap orang memiliki kebutuhan ruang yang berbeda. Di sisi lain, arsitektur bukanlah hanya sekedar wadah. Arsitektur bukan sekedar tempat biasa yang diisi oleh orang-orang yang beraktivitas semaunya. Arsitektur bisa mendidik melalui ruang-ruang yang terbentuk di dalam dan luarnya. Inilah tantangan sesungguhnya. Seperti yang sudah diungkapkan sebelumnya, membuat desain untuk berbagai kalangan dan kebutuhan itu tidak mudah dan ditambah membuat desain yang mendidik bagi masing-masing kalangan tidak juga mudah. Walaupun demikian, menurutku itu menyenangkan dan sangat penting. Itulah salah satu peran perancang dan arsitektur. Membuat ruang yang mewadahi sekaligus mendidik. hmm... Semoga aku bisaa..
Sabtu, 03 Mei 2014
Satu Perjuangan
Kejadian ini terjadi empat hari yang lalu, ketika aku dan seorang temanku dalam kondisi dikejar deadline skripsi, dan satu orang temanku sedang dalam proses TAnya, kami memaksa mengejar deadline sebuah perlombaan. Hal ini berawal dari dua bulan yang lalu, ketika kami berniat mengikuti suatu lomba desin furniture. Kami pun memulainya, berdiskusi setiap minggu, membuat target, pencapaian, serta memikirkan ide dan desainnya.
Tapi membuat, membangun, dan menyatukan ide dan desain bukanlah hal yang mudah yang bahkan satu hari jadi. Banyak referensi yang perlu kami baca, terdapat pula beberapa pro dan kontra terhadap ide kami masing-masing. Tapi itulah serunya, saling membuka pikiran dan melampiaskan ide-ide yang sebenarnya berputar di kepala. Nah, kadang muncul godaan lainnya, bumbu-bumbu cerita yang lain yang kadang berada di luar konteks diskusi kami. Gawat sebenarnya. Tapi ya, kalau namanya wanita ketemu, obrolannya bisa ke sana ke sini. Itu secuil fenomena dalam kegiatan ini. Hmm... Katanya perjuangan, mana perjuangannya?
Hmm.. baiklah. Berhari-hari sejak hari itu kami jarang bertemu, sibuk skripsi, sibuk TA. Hanya via social media dan mobile saja kami berdiskusi ria. Hmm.. padahal kami sudah daftar. Sempat bertemu beberapa kali untuk membicarakan hal ini, tapi tidak terlalu intens. Sampai tibalah hari H, yaitu empat hari yang lalu itu. Perasaanku antara ingin meneruskan dan tidak. Kerja tim itu butuh kekompakan. Mengerjakan suatu hal itu juga butuh tekad yang kuat dan komitmen. Kalau tidak teringat pepatah 'jangan berhenti berjuang sampai titik darah penghabisan' aku akan berpikir untuk berhenti, menyerah. Tapi bukankah kesempatan itu tidak datang dua kali?
Aku dan teman-temanku pun memutuskan melanjutkan, karena kami sudah mendaftar, sudah membuat sedikit proposal, sudah membuat model di sketchup ketika pembagian tugas kemarin.Kami memutuskan mengerjakan di perpustakaan pusat kampus kami, yang tentunya bisa dapat wifi dan listrik gratis. *bayar sih sebenarnya dari uang kuliah. Tapi yang terpenting adalah nyamannya perpustakaan itu untuk bekerja.
Pagi sampai siang kami tidak bisa mengerjakan karena sibuk dengan kerjaan masing-masing, akhirnya baru sorelah kami bisa bertemu. Kami menemukan beberapa ide baru, sehingga sketchup yang dibikin masih perlu beberapa sedikit perubahan. Proposal ide juga masih perlu dilanjutkan dan diperbaiki di beberapa hal. Kami berpikir akan selesai pukul enam sore, tapi ternyata tidak. Perpustakaan pun sudah menuju waktu tutupnya, terpaksa kami pun harus pindah tempat, sekalian bangkit untuk solat magrib.
Kebetulan di bawah bagian perpustakaan pusat ini ada tempat makan yang menyediakan listrik untuk laptop. "Kita tinggal dikit lagi, di sini aja kali ya, tutup jam delapan" ujar salah satu dari kami. "Mba, ada colokan nggak?" itu yang pertama kali terucap saat kami memasuki tempat makan itu. Alhamdulillah ada. Kami pun memesan makanan dan langsung mulai lanjut mengerjakan. Jarum jam mulai bergerak pada pukul 8, lirikan-lirikan mba-mba restoran ini sudah tertuju pada kami. Hanya kami tamu mereka saat itu, saat-saatnya mereka tutup. Oh tidak, harus selesai dan kami belum menyelesaikannya. Terbersitlah lagi "ayo pindah tempat". Berhubung kami tidak ada yang ngekos, kami berpikir untuk berpindah ke minimarket terdekat yang memang menyediakan listrik dan wifi (tentunya untuk kami mengirim file secepatnya). Pindah ke rumah bukan solusi yang baik juga sepertinya, karena kami butuh fokus dan sedang dikejar deadline. Kami pun pindah dengan berjalan kaki dari perpustakaan pusat menuju jalan raya di depan kampus kami, kira-kira butuh setengah jam untuk sampai di minimarket itu, apa boleh buat, itu akses termurah dan tercepat.
Sesampainya kami di minimarket, kami mulai melanjutkan kerjaan kami, pukul 9 dan akhirnya pukul 10, menurutku tidak terlalu baik sebenarnya masih berada di luar rumah pada jam segini tanpa membawa kendaraan pribadi. Sebenarnya minimarket ini sendiri masih penuh dengan orang-orang yang sepertinya sedang melepas lelah, kalau menurut ilmu yang kupelajari di Metode dan Teori Perancangan Lingkungan, ini yang dinamakan third place bagi orang-orang yang sedang melepas lelah setelah pulang dari kantor atau pekerjaannya. Tapi bagaimana di jalan arah pulang? Apakah sepi? Apakah aka tidak ada apa-apa? Pikiran itu terlintas di sela-sela aku berkerja juga. Pada akhirnya, jam 10 kami selesai dan mengirim. HHhh.. akhirnya.
Ternyata kami bisa menyelesaikan tantangan ini. Tapi sayangnya perjuangan tidak hanya sampai di situ. Kebimbangan tentang bagaimana pulang tetap menjadi pikiranku. Aku tidak mau merepotkan orang rumah juga, akhirnya kubulatkan tekad untuk pulang ke rumah, dengan berbagai pikiran yang was-was sembari berdoa. Berdoa, memang itu senjata orang muslim dan berserah diri pada yang di atas. Itulah yang bisa kupikirkan ketika ada hal yang di luar jangkauan di luar kuasaku, karena yang Maha Kuasa hanya yang di atas. Dalam perjalanan aku hanya diam, melirik, dan was-was. Sekitar dua puluh menit kemudian, akhirnya aku sampai di rumah. alhamdulillah. Bagaimana dengan teman-temanku, alhamdulillah mereka juga sampai di rumah dengan selamat.
Walaupun deg-degan tapi aku merasa lebih baik setelah kami dapat menyelesaikan lomba itu. Melalui satu tantangan adalah perasaan tersendiri karena kesempatan itu tidak akan datang dua kali. Walaupun belum tentu menang, tapi banyak hal yang menurutku dapat kita pelajari dari mengikuti satu kompetisi. Baik dari sisi mengatur waktu, bekerja sama, saling menyemangati, menantang diri sendiri dan memaksa diri sendiri untuk berkomitmen dan bertekad. Ini bukan yang pertama kalinya aku mengikuti perlombaan, tapi ini cukup membuatku deg-degan.
Tapi membuat, membangun, dan menyatukan ide dan desain bukanlah hal yang mudah yang bahkan satu hari jadi. Banyak referensi yang perlu kami baca, terdapat pula beberapa pro dan kontra terhadap ide kami masing-masing. Tapi itulah serunya, saling membuka pikiran dan melampiaskan ide-ide yang sebenarnya berputar di kepala. Nah, kadang muncul godaan lainnya, bumbu-bumbu cerita yang lain yang kadang berada di luar konteks diskusi kami. Gawat sebenarnya. Tapi ya, kalau namanya wanita ketemu, obrolannya bisa ke sana ke sini. Itu secuil fenomena dalam kegiatan ini. Hmm... Katanya perjuangan, mana perjuangannya?
Hmm.. baiklah. Berhari-hari sejak hari itu kami jarang bertemu, sibuk skripsi, sibuk TA. Hanya via social media dan mobile saja kami berdiskusi ria. Hmm.. padahal kami sudah daftar. Sempat bertemu beberapa kali untuk membicarakan hal ini, tapi tidak terlalu intens. Sampai tibalah hari H, yaitu empat hari yang lalu itu. Perasaanku antara ingin meneruskan dan tidak. Kerja tim itu butuh kekompakan. Mengerjakan suatu hal itu juga butuh tekad yang kuat dan komitmen. Kalau tidak teringat pepatah 'jangan berhenti berjuang sampai titik darah penghabisan' aku akan berpikir untuk berhenti, menyerah. Tapi bukankah kesempatan itu tidak datang dua kali?
Aku dan teman-temanku pun memutuskan melanjutkan, karena kami sudah mendaftar, sudah membuat sedikit proposal, sudah membuat model di sketchup ketika pembagian tugas kemarin.Kami memutuskan mengerjakan di perpustakaan pusat kampus kami, yang tentunya bisa dapat wifi dan listrik gratis. *bayar sih sebenarnya dari uang kuliah. Tapi yang terpenting adalah nyamannya perpustakaan itu untuk bekerja.
Pagi sampai siang kami tidak bisa mengerjakan karena sibuk dengan kerjaan masing-masing, akhirnya baru sorelah kami bisa bertemu. Kami menemukan beberapa ide baru, sehingga sketchup yang dibikin masih perlu beberapa sedikit perubahan. Proposal ide juga masih perlu dilanjutkan dan diperbaiki di beberapa hal. Kami berpikir akan selesai pukul enam sore, tapi ternyata tidak. Perpustakaan pun sudah menuju waktu tutupnya, terpaksa kami pun harus pindah tempat, sekalian bangkit untuk solat magrib.
Kebetulan di bawah bagian perpustakaan pusat ini ada tempat makan yang menyediakan listrik untuk laptop. "Kita tinggal dikit lagi, di sini aja kali ya, tutup jam delapan" ujar salah satu dari kami. "Mba, ada colokan nggak?" itu yang pertama kali terucap saat kami memasuki tempat makan itu. Alhamdulillah ada. Kami pun memesan makanan dan langsung mulai lanjut mengerjakan. Jarum jam mulai bergerak pada pukul 8, lirikan-lirikan mba-mba restoran ini sudah tertuju pada kami. Hanya kami tamu mereka saat itu, saat-saatnya mereka tutup. Oh tidak, harus selesai dan kami belum menyelesaikannya. Terbersitlah lagi "ayo pindah tempat". Berhubung kami tidak ada yang ngekos, kami berpikir untuk berpindah ke minimarket terdekat yang memang menyediakan listrik dan wifi (tentunya untuk kami mengirim file secepatnya). Pindah ke rumah bukan solusi yang baik juga sepertinya, karena kami butuh fokus dan sedang dikejar deadline. Kami pun pindah dengan berjalan kaki dari perpustakaan pusat menuju jalan raya di depan kampus kami, kira-kira butuh setengah jam untuk sampai di minimarket itu, apa boleh buat, itu akses termurah dan tercepat.
Sesampainya kami di minimarket, kami mulai melanjutkan kerjaan kami, pukul 9 dan akhirnya pukul 10, menurutku tidak terlalu baik sebenarnya masih berada di luar rumah pada jam segini tanpa membawa kendaraan pribadi. Sebenarnya minimarket ini sendiri masih penuh dengan orang-orang yang sepertinya sedang melepas lelah, kalau menurut ilmu yang kupelajari di Metode dan Teori Perancangan Lingkungan, ini yang dinamakan third place bagi orang-orang yang sedang melepas lelah setelah pulang dari kantor atau pekerjaannya. Tapi bagaimana di jalan arah pulang? Apakah sepi? Apakah aka tidak ada apa-apa? Pikiran itu terlintas di sela-sela aku berkerja juga. Pada akhirnya, jam 10 kami selesai dan mengirim. HHhh.. akhirnya.
Ternyata kami bisa menyelesaikan tantangan ini. Tapi sayangnya perjuangan tidak hanya sampai di situ. Kebimbangan tentang bagaimana pulang tetap menjadi pikiranku. Aku tidak mau merepotkan orang rumah juga, akhirnya kubulatkan tekad untuk pulang ke rumah, dengan berbagai pikiran yang was-was sembari berdoa. Berdoa, memang itu senjata orang muslim dan berserah diri pada yang di atas. Itulah yang bisa kupikirkan ketika ada hal yang di luar jangkauan di luar kuasaku, karena yang Maha Kuasa hanya yang di atas. Dalam perjalanan aku hanya diam, melirik, dan was-was. Sekitar dua puluh menit kemudian, akhirnya aku sampai di rumah. alhamdulillah. Bagaimana dengan teman-temanku, alhamdulillah mereka juga sampai di rumah dengan selamat.
Walaupun deg-degan tapi aku merasa lebih baik setelah kami dapat menyelesaikan lomba itu. Melalui satu tantangan adalah perasaan tersendiri karena kesempatan itu tidak akan datang dua kali. Walaupun belum tentu menang, tapi banyak hal yang menurutku dapat kita pelajari dari mengikuti satu kompetisi. Baik dari sisi mengatur waktu, bekerja sama, saling menyemangati, menantang diri sendiri dan memaksa diri sendiri untuk berkomitmen dan bertekad. Ini bukan yang pertama kalinya aku mengikuti perlombaan, tapi ini cukup membuatku deg-degan.
Kamis, 27 Maret 2014
Apa Motivasimu Hari Ini?
Terdapat berbagai motif orang untuk membuat motivasi ataupun termotivasi. Saya merasakan terkadang motivasi itu timbul karena kondisi kita yang sedang kurang menyenangkan. Motivasi timbul dengan sendirinya. Tapi, kadang kala motivasi itu perlu ditimbulkan, bukan untuk iseng tentunya. Ya untuk meng-encourage kita. Ketika kita merasa sudah cukup, merasa bosan, merasa jenuh, sering kali kemalasan yang menghampiri. Haruskah kita mengikuti itu? Di situlah kita perlu motivasi yang dibuat.
Ketika saya berkunjung ke beberapa hunian seorang teman, entah itu kos-kosan atau rumah. Saat berkesempatan mengunjungi kamarnya, salah satunya seperti menumpang solat, sering saya melihat kata-kata motivasi tertempel di dinding, di balik pintu, ataupun di lemari.
Contoh lainnya, saat saya meminjam laptop teman saya, entah sekedar untuk memindahkan file atau mengecek sebuah tugas yang sedang dibuka di laptopnya. Saat sekilas halaman desktop-nya terlihat, sering kali juga ada kata-kata motivasi di sana.
Hal yang sama juga kadang terjadi pada desktop telepon genggam. Tidak selalu berupa kata-kata, adakalanya berupa wajah orang yang kita sayangi.
Di lain hal, terkadang kita juga perlu memotivasi diri dengan melihat-lihat kondisi di sekitar kita. Melihat hal yang ternyata jauh di luar dugaan kita. Seperti menyadarkan bahwa hidup tidak hanya sekedar 'itu' (sebut: hal yang membuat kita bosan, jenuh, atau malas). Menyadarkan kita bahwa kita memiliki potensi yang harusnya tidak terkalahkan oleh rasa bosan, jenuh, dan malas itu. Menyadarkan kita, mengingat tujuan kita.
Melihat contoh di atas, saya rasa ini terkait juga dengan rasa syukur. Seberapa jauh kita bersyukur dengan memaksimalkan potensi kita setiap harinya. Seberapa jauh kita berpikir untuk berbuat lebih karena meyakini bahwa kita bisa. Bisa dalam arti positif, bisa memanfaatkan anugerah yang sudah diberikan-Nya secara baik. Tetaap semangaaaat!!!
Jadi, apa motivasimu hari ini?
Ketika saya berkunjung ke beberapa hunian seorang teman, entah itu kos-kosan atau rumah. Saat berkesempatan mengunjungi kamarnya, salah satunya seperti menumpang solat, sering saya melihat kata-kata motivasi tertempel di dinding, di balik pintu, ataupun di lemari.
Contoh lainnya, saat saya meminjam laptop teman saya, entah sekedar untuk memindahkan file atau mengecek sebuah tugas yang sedang dibuka di laptopnya. Saat sekilas halaman desktop-nya terlihat, sering kali juga ada kata-kata motivasi di sana.
Hal yang sama juga kadang terjadi pada desktop telepon genggam. Tidak selalu berupa kata-kata, adakalanya berupa wajah orang yang kita sayangi.
Di lain hal, terkadang kita juga perlu memotivasi diri dengan melihat-lihat kondisi di sekitar kita. Melihat hal yang ternyata jauh di luar dugaan kita. Seperti menyadarkan bahwa hidup tidak hanya sekedar 'itu' (sebut: hal yang membuat kita bosan, jenuh, atau malas). Menyadarkan kita bahwa kita memiliki potensi yang harusnya tidak terkalahkan oleh rasa bosan, jenuh, dan malas itu. Menyadarkan kita, mengingat tujuan kita.
Melihat contoh di atas, saya rasa ini terkait juga dengan rasa syukur. Seberapa jauh kita bersyukur dengan memaksimalkan potensi kita setiap harinya. Seberapa jauh kita berpikir untuk berbuat lebih karena meyakini bahwa kita bisa. Bisa dalam arti positif, bisa memanfaatkan anugerah yang sudah diberikan-Nya secara baik. Tetaap semangaaaat!!!
Jadi, apa motivasimu hari ini?
Jumat, 07 Maret 2014
Diri Kita
Mulut itu untuk berbicara,
Mata itu untuk melihat,
Telinga itu untuk mendengar,
Otak itu untuk berpikir,
Hati itu untuk menyaring pikiran, dan
Kaki itu untuk melangkah
Manusia itu hidup untuk menjalankan fungsinya, menjadi khalifah di bumi. Bermanfaat bagi dirinya sendiri, bagi sesama, juga menyembah kepada Allah swt.
Selagi memiliki fungsi-fungsi bagian tubuh kita termasuk jiwa dan raga kita secara baik, bersyukurlah dengan menggunakannya secara baik dan penuh manfaat dalam kebaikan
Mata itu untuk melihat,
Telinga itu untuk mendengar,
Otak itu untuk berpikir,
Hati itu untuk menyaring pikiran, dan
Kaki itu untuk melangkah
Manusia itu hidup untuk menjalankan fungsinya, menjadi khalifah di bumi. Bermanfaat bagi dirinya sendiri, bagi sesama, juga menyembah kepada Allah swt.
Selagi memiliki fungsi-fungsi bagian tubuh kita termasuk jiwa dan raga kita secara baik, bersyukurlah dengan menggunakannya secara baik dan penuh manfaat dalam kebaikan
Langganan:
Postingan (Atom)