Dua hari yang lalu, 18 Juni 2014, sehari sebelumnya aku sudah meminta didoakan oleh eyang, restu orang tua, kakak, saudara, teman-teman juga tak lupa tentunya berdoa kepada Allah SWT supaya sidangku lancar dan berjalan dengan baik. Hari itu, 18 Juni 2014, sidang skripsiku berlangsung, 13.38-13.48 dimulai dengan prsentasiku.
Entah kenapa bukan dag dig dug yang dirasakan tapi suatu ketegangan untuk mencoba tenang. Sepuluh menit untuk presentasi berlalu, dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Dimulai dari salah satu penguji, lalu menjawab pertanyaan. Dilanjutkan dengan pertanyaan penguji lainnya, lalu mencoba menjawab lagi. Tiba-tiba berkelit, berpikir dalam detik-detik yang cukup menegangkan. Berpikir ulang apa yang sudah kutulis dan kupikirkan, benar tidak ya? nano-nano rasanya. Tidak sempat berpikir sudah menit keberapa saat itu. Tapi entah kenapa tidak terlalu terasa lama daan.... akhirnyaa. Selesai juga sesi sidang itu dengan berbagai catatan-catatan dan memori yang merekam pertanyaan dan masukan-masukan yang sesegera mungkin kuingat kembali dan kucatat. Fyuuh... dalam detik-detik berakhirnya sidang itu 'Asa bucat bisul' kalau kata Fadila Aliqa, kelegaan yang tak tergambarkan.
Tapi selain hal-hal menegangkan di atas, serunya lagi setelah sidang berlangsung. Kita, bisa bertemu teman-teman di luar, foto-foto bareng, dikasih ini itu, dan salam sana sini yang memang merupakan momen yang nggak tahu kapan lagi terjadinya.
It's all about friendships, something that we won't have in a short time, it takes years. Sometimes it felt so fast, but it very worthy indeed. A happy moment that we don't know when it will happen again. Hopefully we all could pass it in a good way friends,architecture UI 2010 for the graduation at the same time in this 2014 August. Aamiiin..
Sayangnya akhir sidang itu memang belum akhir, perjuangan akan dilanjutkan
dengan revisi dengan deadline seminggu setelahnya. It means that today
is five left days. Ok, ayo semangaaaat!!!
Jumat, 20 Juni 2014
Rabu, 04 Juni 2014
Mewadahi Sekaligus Mendidik
Tulisan ini dibuat di tengah-tengah persiapan sidang skripsi dan deadline pengumpulan tugas akhir mata kuliah anatomi ruang. Tulisan ini juga dibuat dengan berbagai pemikiran dan pemahamanku tentang arsitektur setelah hampir empat tahun berkenalan dengan dunia ini.
Tugas akhir anatomi ruang ini cukup unik dan menantang sebenarnya. Aku dan teman-teman satu kelas diberikan tugas merancang salah satu bagian ruang dari SLB (Sekolah Luar Biasa). Sekolahnya benar-benar ada dan kami pun harus survey ke lokasi dan melihat langsung keseharian anggota atau penghuni SLB tersebut.
Baiklah, anak-anak yang bersekolah di SLB ini sebagian merupakan anak-anak yang mengidap autisme, sebagian lagi anak-anak tuna grahita, tuna rungu, tuna daksa, dan tuna netra. Di sini, aku tidak akan membicarakan tugasnya ataupun psikologi pengidap kasus-kasus tersebut, melainkan pentingnya mengetahui untuk siapa kita merancang.
Pengidap kasus-kasus tersebut, tidak bisa dipungkiri adanya. Tetap memerlukan perjuangan hidup, keseharian, kehidupan, dan sebagainya. Mendapat tugas ini membuatku berpikir bahwa arsitektur tidak hanya mempelajari orang-orang awam dan kebiasaan orang-orang pada umumnya. Ada yang lain yang juga membutuhkan arsitektur untuk menjalani kebutuhan hidupnya secara lebih baik lagi.
Pengidap autisme tidak bisa disamakan dengan orang awam, begitu pula pengidap kasus lainnya. Antar kasus pun tidak bisa disamakan. Nah, inilah tantangannya. Dunia itu satu, tapi diisi oleh beragam macam manusia dengan berbagai kebutuhan, baik kebutuhan mayoritas maupun kebutuhan minoritas (yang sering pada umumnya disebut berkebutuhan khusus).
Membuat sebuah desain yang dapat digunakan oleh berbagai macam kalangan bukanlah hal yang mudah. Setiap orang memiliki kebutuhan ruang yang berbeda. Di sisi lain, arsitektur bukanlah hanya sekedar wadah. Arsitektur bukan sekedar tempat biasa yang diisi oleh orang-orang yang beraktivitas semaunya. Arsitektur bisa mendidik melalui ruang-ruang yang terbentuk di dalam dan luarnya. Inilah tantangan sesungguhnya. Seperti yang sudah diungkapkan sebelumnya, membuat desain untuk berbagai kalangan dan kebutuhan itu tidak mudah dan ditambah membuat desain yang mendidik bagi masing-masing kalangan tidak juga mudah. Walaupun demikian, menurutku itu menyenangkan dan sangat penting. Itulah salah satu peran perancang dan arsitektur. Membuat ruang yang mewadahi sekaligus mendidik. hmm... Semoga aku bisaa..
Tugas akhir anatomi ruang ini cukup unik dan menantang sebenarnya. Aku dan teman-teman satu kelas diberikan tugas merancang salah satu bagian ruang dari SLB (Sekolah Luar Biasa). Sekolahnya benar-benar ada dan kami pun harus survey ke lokasi dan melihat langsung keseharian anggota atau penghuni SLB tersebut.
Baiklah, anak-anak yang bersekolah di SLB ini sebagian merupakan anak-anak yang mengidap autisme, sebagian lagi anak-anak tuna grahita, tuna rungu, tuna daksa, dan tuna netra. Di sini, aku tidak akan membicarakan tugasnya ataupun psikologi pengidap kasus-kasus tersebut, melainkan pentingnya mengetahui untuk siapa kita merancang.
Pengidap kasus-kasus tersebut, tidak bisa dipungkiri adanya. Tetap memerlukan perjuangan hidup, keseharian, kehidupan, dan sebagainya. Mendapat tugas ini membuatku berpikir bahwa arsitektur tidak hanya mempelajari orang-orang awam dan kebiasaan orang-orang pada umumnya. Ada yang lain yang juga membutuhkan arsitektur untuk menjalani kebutuhan hidupnya secara lebih baik lagi.
Pengidap autisme tidak bisa disamakan dengan orang awam, begitu pula pengidap kasus lainnya. Antar kasus pun tidak bisa disamakan. Nah, inilah tantangannya. Dunia itu satu, tapi diisi oleh beragam macam manusia dengan berbagai kebutuhan, baik kebutuhan mayoritas maupun kebutuhan minoritas (yang sering pada umumnya disebut berkebutuhan khusus).
Membuat sebuah desain yang dapat digunakan oleh berbagai macam kalangan bukanlah hal yang mudah. Setiap orang memiliki kebutuhan ruang yang berbeda. Di sisi lain, arsitektur bukanlah hanya sekedar wadah. Arsitektur bukan sekedar tempat biasa yang diisi oleh orang-orang yang beraktivitas semaunya. Arsitektur bisa mendidik melalui ruang-ruang yang terbentuk di dalam dan luarnya. Inilah tantangan sesungguhnya. Seperti yang sudah diungkapkan sebelumnya, membuat desain untuk berbagai kalangan dan kebutuhan itu tidak mudah dan ditambah membuat desain yang mendidik bagi masing-masing kalangan tidak juga mudah. Walaupun demikian, menurutku itu menyenangkan dan sangat penting. Itulah salah satu peran perancang dan arsitektur. Membuat ruang yang mewadahi sekaligus mendidik. hmm... Semoga aku bisaa..
Langganan:
Postingan (Atom)